Rabu 26 Jun 2019 20:41 WIB

Antasari Azhar: Radikalisme dalam KPK Hanya Asumsi

Seluruh pegawai dan pimpinan KPK memiliki kode etik yang harus dipatuhi.

Rep: Riza Wahyu Pratama/ Red: Teguh Firmansyah
Mantan ketua KPK, Antasari Azhar bersama Denny Siregar berdiskusi dengan awak media dalam acara #SaveKPK dari radikalisme, Rabu (26/6). Acara digelar di Jalan HOS. Cokroaminoto nomor 92, Menteng, Jakarta Pusat.
Foto: Republika/Riza Wahyu Pratama
Mantan ketua KPK, Antasari Azhar bersama Denny Siregar berdiskusi dengan awak media dalam acara #SaveKPK dari radikalisme, Rabu (26/6). Acara digelar di Jalan HOS. Cokroaminoto nomor 92, Menteng, Jakarta Pusat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Ketua KPK, Antasari Azhar menyatakan, tidak ada radikalisme dalam tubuh KPK. Menurutnya hal itu hanyalah asumsi semata. "Setidaknya selama saya menjabat, ituae (radikalisme) tidak ada," kata Antasari kepada awak media, Rabu (26/6).

Ia menjelaskan, seluruh pegawai dan pimpinan KPK memiliki kode etik yang harus dipatuhi. Hal itu secara otomatis akan menjaga KPK dari tindakan yang melawan hukum, termasuk radikalisme.

Baca Juga

Pernyataan Antasari tersebut dikemukakan dalam diskusi #SaveKPK dari radikalisme. Acara tersebut digelar di Jalan HOS. Cokroaminoto nomor 92, Menteng, Jakarta Pusat. Turut hadir dalam acara tersebut penulis, Denny Siregar.

Kemudian, Antasari juga sempat menyinggung soal Novel Baswedan. Ia menceritakan pengalamannya selama berinteraksi dengan Novel. Ia melihat Novel adalah orang yang cerdas dan memiliki kinerja yang baik.

"Novel anak cerdas, kerjanya juga bagus. Kalau sekarang saya ndak tahu lagi. Kalau pada dasarnya dia bagus, dia pintar," tutur Antasari.

Di sisi lain, berkaitan dengan seleksi pimpinan KPK yang melibatkan BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme). Antasari berpandangan, panitia seleksi melakukan hal itu karena terdorong isu radikalisme yang berkembang di masyarakat.

Ia meyakini, dalam proses seleksi nantinya, tidak akan ditemukan adanya indikasi radikalisme. "Dulu nggak ada isu ini (radikalisme). Mungkin pansel tergerak hatinya karena adanya asumsi di masyarakat. Tapi saya yakin nanti (pengamatan radikalisme) hasilnya nol," ucapnya.

Selanjutnya, Antasari Azhar tidak ingin berspekulasi terkait isu 'polisi taliban maupun polisi india'. Ia lebih memilih untuk mendorong KPK supaya memiliki kinerja yang semakin baik.

"Kalau perlu ada perbaikan, iya. Tapi kenapa timbul persepsi polisi taliban ada polisi india? Harusnya yang mengeluarkan statement itu yang menjelaskan," kata Antasari.

Dalam kesempatan yang sama, ia menceritakan pengalamannya ketika memimpin KPK sejak 2007 hingga 2009. Selama ia menjabat, ia memperlakukan polisi secara profesional, sebagaimana pegawai KPK lainnya. Ia menerangkan, KPK pada dasarnya membutuhkan pegawai dari unsur kejaksaan dan kepolisian.

"Dalam undang-undang itu disebutkan bahwa KPK membutuhkan penuntut dan penyidik. Siapa penuntut itu? ya jaksa. Siapa penyidik itu? ya polisi," ujar Antasari.

Pada akhirnya ia berpesan, asumsi adanya radikalisme dalam tubuh KPK sudah selayaknya dihentikan. Ia tidak ingin masalah tersebut memperkeruh suasana pasca pilpres.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement