REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Arief Budiman, meminta saksi dari pihak Prabowo-Sandiaga Uno sebagai pemohon tidak menggunakan pilihan kata (diksi) yang berlebihan saat menyampaikan keterangan dalam sidang perselisihan hasil pemilu (PHPU) pilpres di Mahkamah Konstitusi (MK). Menurut Arief, setelah dicek ulang, tuduhan menggunakan berbagai istilah itu bisa diklarifikasi oleh KPU.
"Jadi saya memohon tidak digunakan kata-kata yang menurut saya berlebihan, misalnya manipulasi, palsu, siluman. Kan ternyata enggak gitu lho. Begitu kami klarifikasi kan ya, invalid ya, tapi kan KPU sudah menjelaskan semua termasuk menyelesaikan seluruh data-data yang disebut ganda tadi, " ujar Arief kepada wartawan di Gedung MK, Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Rabu (19/6).
Dia melanjutkan, data yang tidak valid itu sudah dijelaskan oleh KPU selama proses pemilu berlangsung. Bahkan, di dalam persidangan pada Rabu, saksi dari kubu 02 pun telah menyampaikan data yang tidak valid tersisa sekitar 200 ribuan saja.
"Dan itu kan masih dugaan ganda ada 200-an ribu pemilih. Yang itu kemudian kita verifikasi di lapangan, " tuturnya.
Arief menilai, jalannya sidang sesi pertama pada Rabu sudah mampu mengonfirmasi apa yang didalilkan oleh kubu 02. Terkait dengan data dan angka yang disoal pun menurut dia pun telah diklarifikasi.
"Nanti kita lihat saksi-saksi (lainnya) menerangkan apa saja yang ditampilkan atau dihadirkan oleh pemohon. Nah barulah nanti KPU akan memutuskan perlu menghadirkan berapa banyak saksi yang releva. Kalau memang tidak diperlukan ya memang tidak akan dihadirkan walupun kami sudah menyiapkan 15 dan dua orang ahli. Nanti kita lihat perkembangan persidangan hari ini," tambahnya.