REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Priyo Budi Santoso merespons pernyataan wakil sekjen PAN Faldo Maldini yang memprediksi pasangan calon presiden (capres) nomor urut 02 Prabowo Subianto dan calon wakil presiden (cawapres) Sandiaga Salahuddin tidak akan menang dalam persidangan di MK. Priyo mempersilakan kader muda PAN tersebut untuk berkomentar.
"Boleh saja tokoh muda semacam Faldo menyampaikan itu," kata Priyo di Media Center Prabowo-Sandiaga, Jakarta, Senin (17/6).
Sekjen Partai Berkarya itu mengaku tidak ingin ambil pusing terkait pernyataam tersebut. Ia mempersilakan publik menilai sendiri pantas atau tidaknya pernyataan itu.
"Jelas kemarin Faldo dari PAN adalah andalan jubir dari 02. Sekarang komentar begitu ya terserah saya nggak ikut, saya hormati," ujarnya.
Priyo menegaskan, ia tetap akan membela Prabowo hingga menit-menit terakhir. Namun ia pun memahami bahwa apa yang disampaikan Faldo merupakan sebuah pilihan yang diambilnya. "Saya melihat Faldo ini sebetulnya potensial ke depan, mudah mudahan dia banyak belajar untuk menjaga. Tapi ini pilihan tapi mungkin maksudnya baik, tapi saya nggak tahu dan menghormati," tutur.
Sebelumnya Faldo menyampaikan pernyataan kontroversial melalui video di akun Youtube pribadinya dengan judul 'Prabowo Tidak Akan Menang Pemilu di MK'.
Alumni UI itu menjelaskan maksud dari pernyataannya itu dalam sebuah video berdurasi 8 menit 40 detik. "Di video kali ini gua akan menjelaskan tentang peluang Pak Prabowo di MK. Dan menurut gua Prabowo-Sandi nggak akan menang pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK)," ujar Faldo dalam videonya.
Faldo menjelaskan secara kuantitatif, selisih perolehan suara 01 dengan 02 di angka sekitar 17 juta suara. Sedangkan untuk membuktikan kecurangan yang ada, setidaknya kubu Prabowo-Sandiaga harus bisa membuktikan kecurangan lebih dari 50 persen.
"Dari 17 juta, 50 persen, lo bagi dua aja misalnya kan, butuh 8,5. Berarti kan setidaknya kan lo butuh 9 juta dong bahwa ada potensi kecurangan dalam hasil penghitungan nih yang itu dibuktikan dengan C1 asli yang dimiliki oleh saksi," jelasnya.
Faldo menambahkan, untuk mendapatkan sembilan juta suara itu maka harus dibagi dengan rata-rata misalnya per TPS yang diisi dengan maksimal 250 suara.
Menurutnya sembilan juta suara tersebut jika dibagi suara per TPS yang masing-masing TPS diisi oleh maksimal 250 suara, maka akan mencapai jumlah sekitar 36 ribu TPS.
"Maksud gue, 250 orang (pilih) Prabowo, 0 (pilih) Jokowi, 250 orang Prabowo, 0 Jokowi, itu di 36 ribu TPS. Lo bayangin misalnya menangnya nggak 100 persen, berarti TPS-nya harus di atas 36 ribu dong? Kalau Pak Prabowo-Sandi misalnya menang cuma 50 persen di 36 ribu, maka ada penjumlahan jumlah TPS yang lo butuhin C1-nya gitu, kalau seandainya menangnya nggak 100 persen," kata Faldo dalam analisanya.