REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua tim kuasa hukum KPU untuk perkara sengketa Perselisihan Hasil Pemilu (PHPU) pilpres, Ali Nurdin, mengatakan pihaknya tidak terlalu sulit menjawab dalil-dalil perbaikan permohonan sengketa PHPU Pilpres Prabowo-Sandiaga Uno.
Menurutnya, jika dalil yang disampaikan jelas, maka KPU akan mudah menjawab dan membantahnya dengan bukti-bukti yang ada. "Kalau terhadap tuduhan yang jelas, apa, bagaimana dan di mana tempatnya, kami siap membantahnya. Tidak sulit itu," ujar ketika dihubungi wartawan, Senin (17/6).
Namun Ali melanjutkan, banyak dalil permohonan Prabowo-Sandiaga Uno yang dituduhkan kepada KPU tidak jelas dan membingunkan. KPU, kata Ali, bukannya tidak bisa menjawab dalil tersebut, tetapi banyak dalil Prabowo-Sandiaga Uno yang sulit dipahami.
"Kesulitan bukan untuk menjawabnya, tapi kesulitan memahami permohonannya karena tidak jelas. Kalau materinya tidak jelas, kesulitan kita itu, membaca dan memahami permohonan," tegas dia.
Ketua tim hukum pasangan calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 02 Bambang Widjojanto selaku pemohon membacakan permohonan saat sidang perdana Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) sengketa Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat (14/6/2019).
Ali mencontohkan perolehan suara pasangan calon versi permohonan kubu 02, yakni palson nomor 01, Ir. H. Joko Widodo-Prof. Dr. (H.C) KH. Ma’ruf Amin sebesar 63.573.169 (48 persen) dan paslon nomor 02 H. Prabowo Subianto-H. Sandiaga Salahuddin Uno sebesar 68.650.239 (52 persen) dengan total jumlah suara 132.223.408 (100,00 persen).
Ali mempertanyakan perolehan suara tersebut karena tiba-tiba muncul angka dari seluruh provinsi di Indonesia. "Termasuk perolehan suara pemohon, tiba-tiba jadi sekian gitu kan, merujuk pada apa, pada data per provinsi. Data per provinsi itu diperoleh dari mana? Dalam rapat pleno atau apa. Terus dari tingkat kabupatennya seperti apa," jelasnya.
Dia kemudian membandingkan perolehan suara KPU yang sangat jelas prosesnya lewat rekapitulasi berjenjang dari tingkap kecamatan, kabupaten/kota, provinsi sampai tingkat nasional. Menurut dia, sejarah data pemilih tersebut ada dan bisa ditelesuri oleh siapapun.
"Jadi kalau mislanya salah di provinsi ini, salahnya di kabupaten mana, kan gitu. kan bisa ditelusuri. Tapi kalau tiba-tiba pokoknya sekian, ya gimana," ungkapnya.
Begitu juga DPT siluman yang disebutkan Prabowo-Sandi dalam permohonannya. Berdasarkan data yang termuat dalam permohonan Prabowo-Sandi, DPT siluman sebanyak 22 juta sura yang diperoleh dari DPT bermasalah sebanyak 17,5 juta dan 5,7 daftar pemilih khusus (DPK) tidak wajar.
Ali pun mempertanyakan klaim 22 juta DPT siluman dari Prabowo-Sandiaga Uno. Menurut Ali, 17,5 juta DPT bermasalah sudah pernah dijelaskan KPU bahwa sebagian besar merupakan pemilih yang tidak mengetahui tanggal dan bulan lahirnya.
Melalui kebijakan pemerintah, pemilih demikian dimasukkan ke dalam kategori pemilih yang lahir tanggal 1 Juli, 1 Januari dan 31 Desember.
"Itu kan kebijakan pemerintah, bahwa kalau ada yang tidak ingat tanggal lahirnya, di tulis 1 Juli, atau 1 Januari atau 31 Desember dan itu fenomena umum kok. Di banyak negara bagi warga yang tak tahu tanggal lahirnya dan itu ada dalam DPT dan DP4 tahun 2014," paparnya dia.
Apalagi, kata Ali, 22 juta DPT yang disebut siluman tersebut tidak otomatis semuanya memilih paslon Jokowi-Ma'ruf Amin. Bahkan Ali menilai basis yang disebutkan sebagai DPT siluman justru di basis Prabowo-Sandiaga Uno.
"Mereka juga yang disebutkan itu banyak di basisnya pemohon. Kan pemohon menang di 13 provinsi. Nah kalau di 13 provinsi pemohon kan, berarti kalau daerah-daerah lain yang dipersoalkan ada DPT tak wajar atau segala macam kan bisa juga itu milik 01 dan 02 kan. makanya dalilnya harus jelas sebetulnya," kata dia.
Ali juga membantah adanya TPS siluman yang dituduhkan Prabowo-Sandiaga Uno. Menurut dia, tuduhan TPS siluman tersebut sangat aneh karena jumlah TPS sudah bahas secara bersama oleh KPU, Bawaslu, dan peserta pemilu termasuk tim masing-masing pasangan calon.