Rabu 29 May 2019 06:19 WIB

‘Gubernur Harus Komitmen Kembangkan Sektor Pariwisata’

Masalah ketertiban masih jadi kendala dalam penataan Kota Tua.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Bilal Ramadhan
Pengunjung bermain sepeda di Taman Fatahillah, Kota Tua, Jakarta, Selasa (1/5).
Foto: Republika/Mahmud Muhyidin
Pengunjung bermain sepeda di Taman Fatahillah, Kota Tua, Jakarta, Selasa (1/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kota Tua dan Kepulauan Seribu menjadi satu di antara 10 destinasi pariwisata prioritas Kementerian Pariwisata (Kemenpar). Untuk memajukan pariwisata, diperlukan CEO commitment atau dalam hal ini komitmen Gubernur DKI Jakarta mengembangkan sektor pariwisata.

"Dalam hal ini pimpinannya itu sudah berkomitmen itu biasanya jauh lebih mudah karena semua sumber dayanya akan follow, akan ikut," ujar Ketua Pokja Bidang Percepatan Pembangunan 10 Destinasi Pariwisata Prioritas Kemenpar Hiramsyah S Thaib di Balai Kota, Selasa (28/5).

Ia mengatakan, sejak masuk ke 10 destinasi prioritas, jumlah wisatawan baik Kota Tua maupun Kepulauan Seribu meningkat. Akan tetapi, peningkatan itu tidak pesat dan sesuai target yang ditetapkan.

Hiramsyah menyebut, pertumbuhan wisatawan kedua tempat itu normal, yakni hanya dua sampai tiga persen. Sementara idealnya, pertumbuhan tersebut harus mencapai 20 persen.

Kota Tua dan Kepulauan Seribu, menurut dia, memiliki potensi pertumbuhan pengunjung yang lebih tinggi. Dengan komitmen kepala daerah, kedua tempat wisata itu harus dikembangkan.

Hiramsyah mengatakan, penyusunan grand design Kota Tua dan Kepulauan Seribu yang sedang dilakukan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI menjadi langkah yang harus konsisten. Sehingga, target-target untuk memajukan pariwisata Ibu Kota bisa terpenuhi dengan pengelolaan yang baik.

"Kalau itu dikelola dan dikemas secara baik dia bahkan mampu menghasilkan atau mendatangkan wisatawan domestik maupun asing yang mungkin jumlahnya berlipat-lipat jauh lebih besar dari hari sekarang," kata dia.

Asalkan, lanjut Hiramsyah, penataan destinasi wisata dilakukan dengan baik dan memenuhi standar kelas dunia. Menurut dia, hal itu mudah dilakukan, lagi-lagi dengan komitmen gubernur untuk memprioritaskan sektor pariwisata.

Ia mengatakan, Jakarta sebagai ibu kota negara menjadikan sektor jasa paling dominan. Padahal, kata dia, sebenarnya sektor pariwisata merupakan jasa yang paling ideal.

Alasannya, menurut Hiramsyah, sektor pariwisata hampir memenuhi semua kriteria. Dimulai dari pariwisata menjadi humas terbaik, kata dia, bahkan efeknya bisa menetes hingga lapisan paling bawah.

Sektor pariwisata juga dianggap paling cepat, mudah, dan murah meningkatkan pertumbuhan perkotaan. Sebab, lanjutnya, pariwisata bisa menghasilkan devisa dan lapangan pekerjaan yang juga mencerminkan ekonomi kerakyatan.

"Kemudian juga sektor pariwisata itu selalu berperan sebagai bagian dari aspek konservasi begitu sektor pariwisata jalan pasti otomatis orang akan peduli dengan aspek konservasi," kata Hiramsyah.

Ia menjelaskan, untuk mengembangkan pariwisata dapat menggunakan pola pentahelix dengan lima unsur ABGCM. Di antaranya akademisi, bisnis, government atau pemerintah pusat maupun daerah, community atau komunitas dalam hal ini peran maryarakat, dan media yang harus berkolaborasi.

Hiramsyah menambahkan, pembuatan grand design harus simultan dibarengi dengan kegiatan yang harus segera dilakukan dan bisa dinikmati. Sehingga bisa membangun rasa kepercayaan diri yang lebih besar dalam mengembangkan pariwisata.

Dalam kesempatan yang sama, Kepala Bidang Informasi dan Pengembangan Dinas Pariwisata DKI Jakarta Alberto Ali mengatakan, secara garis besar grand design itu mengembangkan keduanya menjadi destinasi unggulan. Penataan kawasan Kota Tua dan Kepulauan Seribu diperlukan agar lebih nyaman dan aman bagi wisatawan.

"Permasalahan-permasalahan yang terjadi di Kota Tua ini yang perlu kita benahi, kita selesaikan bersama-sama," kata Alberto.

Ia mengatakan, meski Kota Tua sudah menjadi destinasi wisata di Ibu Kota, ketertiban umum di sekitarnya masih menjadi kendala. Seperti kepadatan lalu lintas dan tak tersedianya lahan parkir bagi kendaraan pribadi ataupun bus wisata.

Untuk itu, kata dia, perlu dicarikan jalan keluarnya. Selain fasilitas umum, masyarakat seperti pedangan kaki lima (PKL) dan komunitas yang sudah ada di Kota Tua seperti sepeda ontel, cosplayer dan manusia patung juga akan diakomodasi.

"Pembahasan di internal SKPD (satuan kerja perangkat daerah) sudah, itu harus diangkat lebih mendalam ke tingkat yang lebih tinggi lagi, ke level asisten, tapi pembahasan-pembahasannya kita sudah, termasuk di Kepulauan Seribu," kata Alberto.

Ia menambahkan, aksesibilitas pelayanan dan keselamatan penyeberangan ke Kepulauan Seribu juga akan ditingkatkan. Menurut dia, Dinas Perhubungan DKI sudah membuat perencanaan induk pelabuhannya.

Sementara itu, Bupati Kepulauan Seribu Husein Murad mengungkapkan, masalah regulasi dan perizinan masih menjadi permasalahan di daerah perairan Jakarta itu. Terutama kepastian secara hukum mengenai zonasi dan sebagainya.

Ia melanjutkan, hal itu mengakibatkan masyarakat yang akan mengembangkan pariwisata di Kepulauan Seribu terkendala. "Sehingga orang mau bikin apa pun terkendala. Kaitannya dengan izin itu sesuatu momok begitu sulitnya," kata Husein.

Masalah regulasi dan perizinan juga berkenaan dengan penataan pariwisata di pulau resor dan pulau permukiman. Ia menjelaskan, saat ini wisatawan sebagian besar menginap di rumah-rumah warga. Hal ini berimbas terhadap berkurangnya kunjungan ke pulau resor.

"Sehingga wisatawan yang segmennya di resor banyak beralih di pulau permukiman," ujar Husein. Untuk itu, kata dia, perlu adanya aturan agar pengembangan pariwisata merata.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement