REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebanyak 52 anak-anak yang diduga terlibat dalam kericuhan aksi 22 Mei 2019 disertakan dalam program rehabilitasi sosial di Balai Rehabilitasi Sosial Anak yang Memerlukan Perlindungan Khusus (BRSAMPK) Handayani, Jakarta. Mereka datang dari berbagai daerah di luar Jakarta.
"Ada yang dari Bogor, Tasikmalaya, dan juga Lampung," kata Direktur Rehabilitasi Sosial Anak Kemensos Kanya Eka Santi di KPAI, di Jakarta, Senin.
Di dalam rehabilitasi, menurut Handayani, anak-anak tersebut akan menjalani berbagai macam pemeriksaan, seperti pemeriksaan psikologis dan juga tentang keagamaan. Kepala Balai Rehabilitasi Sosial Anak yang Memerlukan Perlindungan Khusus (BRSAMPK) Handayani, Neneng Heryani, mengatakan pihaknya membuat program rehabilitasi khusus untuk 52 anak-anak tersebut.
Menurutnya, Balai Rehabilitasi Sosial memberikan pemahaman keagamaan dan juga kebangsaan.
"Pagi ini mereka sudah cukup lebih baik dari hari kemarin sehingga kami akan lanjutkan kembali pemeriksaan psikologis yang tidak bisa dilakukan sekali saja," kata dia.
Sebagian besar orang tua telah menjenguk anaknya yang sedang berada di rumah aman tersebut. Pihaknya juga sudah memberikan pendidikan pengasuhan kepada para orang tua mereka agar lebih peduli terhadap anaknya.
Dari uji awal, menurut Neneng, pihaknya menemukan ada beragam alasan anak-anak terlibat dalam aksi 22 Mei. Ada yang ikut-ikutan teman, ingin melihat langsung demo di Jakarta, dan ada pula yang diajak seorang yang diduga guru ngaji.
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Rita Pranawati mengimbau orang tua untuk senantiasa menjalin komunikasi kepada anak-anaknya agar tidak terjebak dalam situasi semacam itu. Anak-anak harus dilindungi dari pelibatan dari kegiatan politik dan harus dilindungi dari segala bentuk kerusuhan.
"Kami imbau agar jaga anak-anak, jangan libatkan mereka dalam proses pemilu yang ada saat ini keliatannya masih belum selesai," kata dia.
Rita mengatakan, 52 anak yang saat ini diduga terlibat dalam kericuhan tersebut, tidak diketahui oleh orang tuanya. Oleh karenanya, ia menyerukan agar orang tua memantau anaknya lebbih optimal.
"Jangan sampai sudah dua hari tidak pulang tenang-tenang saja," kata dia.