REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Lembaga Pemantau Pemilu Forum Silaturahmi Santri (Forsis) Provinsi Jatim menemukan banyak dugaan kecurangan dalam proses penghitungan dan rekapitulasi Pemilu 2019 di Surabaya dan pasuruan. Ketua Forsis Jatim, Nafisatul Qudsiyah mengungkapkan, indikasi kecurangan tersebut ditandai banyaknya ditemukan copy-an form C1 Hologram di beberapa kecamatan di Surabaya dan Pasuruan.
Di Pasuruan contohnya, ditemukan 300 lembar lebih copy-an form C1 Hologram. Pun di Surabaya, ditemukan copy-an form C1 Hologram dengan jumlah yang hampir sama. "Kami juga menerima copyan form C1 berhologram dari Ketua Bawaslu Kabupaten Pasuruan. Padahal form C1 Hologram itu tidak boleh keluar dari kotak suara kecuali memang ada sengketa, kok ini bisa ada foto copynya," kata Nafisatul di Surabaya, Jumat (10/5).
Nafisatul menduga, bertebarannya form C1 Hologram diduga lantaran adanya kerja sama untuk membuka kotak surat suara untuk mengubah catatan hasil Pemilu. Kerja sama dimaksud antara Ketua Bawaslu Kabupaten Pasuruan dengan penyelenggara teknis yang bertanggung jawab terhadap kotak surat suara yang telah tersegel setelah penghitungan dan rekapitulasi tingkat KPPS.
Forsis juga menemukan adanya dugaan penggelembungan suara setelah ditemukannya perbedaan hasil rekapitulasi suara di tingkat kecamatan. Perbedaan yang dimaksud antara C1 yang dihimpun oleh tim pemantau Forsis dengan DA1 hasil rekapitulasi PPK.
"Hal tersebut ditemukan di beberapa kecamatan, antara lain: Kecamatan Gubeng, Genteng, Bubutan, Dukuh Pakis, Pakal, Asemrowo, Karang Pilang, dan Wonokromo," ujar Nafisatul.
Sebagai salah satu lembaga pemantau pemilu yang terdaftar di Bawaslu, Forsis setelah melaporkan dugaan dugaan kecurangan tersebut kepada Bawaslu Kota Surabaya, sejak tanggal 7 Mei 2019. Namun sampai saat ini, belum ada surat untuk klarifikasi dari Bawaslu.
"Hal ini mengindikasikan bahwa Bawaslu Kota Surabaya tidak kompeten dan profesional," ucap Nafisatul.
Begitu juga di Bawaslu Kabupaten Pasuruan, Forsis juga telah melaporkan dugaan kecurangan tersebut sejak 3 Mei 2019. Namun sampai saat ini belum juga ada tindak lanjut. Forsis pun menyatakan akan melaporkannya ke tingkat DKPP atau MK, jika tak kunjung ada tanggapan dari Bawaslu.
Atas ditemukannya banyak dugaan kecurangan tersebut, Forsis menuntut Bawaslu melakukan Penghitungan Suara Ulang (PSU) di beberapa kecamatan. Seperti Kecamatan Gubeng, Genteng, Bubutan, Dukuh Pakis, Pakal, Asemrowo, Karangpilang, Wonokromo, yang terindikasi adanya dugaan penggelembungan suara dan merugikan banyak pihak.
Bagi penyelenggara pemilu yang diduga terlibat dalam proses penggandaan dan pengambilan Form C-1 Hologram di semua tingkatan, untuk ditindak sesuai aturan yang berlaku. Forsis juga menuntut untuk memproses setiap laporan yang masuk sesuai dengan mekanisme dan aturan undang-undang yang berlaku.
"Jika dalam beberapa hari kedepan tidak ada respons, kami akan meningkatkan laporan ke lembaga yang lebih tinggi, entah itu ke DKPP atau bisa juga ke MK," ujar dia.