REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menanggapi wacana yang digulirkan pemerintah soal pembentukkan Tim Hukum Nasional. Seperti diketahui, Menkopolhukam Wiranto mewacanakan adanya suatu tim yang dapat mengkaji dan merespons ujaran, tindakan, dan pemikiran dari tokoh-tokoh yang baginya mengarah kepada perbuatan melawan hukum.
Dihubungi Republika.co.id, koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Yati Andriyani menilai wacana tersebut berlebihan. "Itu sangat berlebihan, dan secara tidak langsung menyiratkan ada ketidakpercayaan pemerintah terhadap institusi dan mekanisme penegakkan hukum yang ada," ujar aktivis hak asasi manusia (HAM) itu, Selasa (7/5).
Jika benar terbentuk, lanjut Yati, ada peluang besar kebebasan berekspresi di tengah masyarakat kian hilang. Sebab, seseorang yang hanya menyuarakan pendapat atau kritik berpeluang dijerat hukum. "Subjektivitas tim pemerintah akan rentan terhadap pembungkaman kebebasan berekspresi," tegas Yati.
Selain itu, ia melihat wacana Tim Hukum Nasional adalah suatu bentuk kecemasan pemerintah usai gelaran pemilihan umum (Pemilu) 2019. Dia pun meminta, wewenang hukum pidana tidak digunakan secara subjektif. "Seharusnya direspons secara proporsional, biar aturan hukum yang bekerja," ucap Yati.
Sebelumnya, pemerintah mewacanakan akan membentuk Tim Hukum Nasional untuk merespons tokoh yang dinilainya mengarah ke perbuatan melawan hukum. Di antara sasaran tokoh itu adalah yang kerap memaki dan mencerca Presiden.
"Kita membentuk Tim Hukum Nasional yang akan mengkaji ucapan, tindakan, pemikiran dari tokoh-tokoh tertentu, siapa pun dia yang nyata-nyata melanggar dan melawan hukum," ujar Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Wiranto.
Mantan Panglima ABRI itu menjelaskan, tim tersebut--bila terwujud--akan terdiri atas sejumlah pakar hukum tata negara dan profesor serta doktor dari berbagai universitas. Ia mengaku, telah mengundang dan mengajak beberapa orang untuk menuju pembentukan tim tersebut.
"Tidak bisa dibiarkan rongrongan terhadap negara yang sedang sah, bahkan cercaan, makian, terhadap presiden yang masih sah sampai nanti bulan Oktober tahun ini masih menjadi Presiden. Itu sudah ada hukumnya, ada sanksinya," tutur dia.