REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarief mengungkapkan kekecewaannya setelah mengumumkan penetapan Hakim PN Balikpapan Kayat sebagai tersangka suap terkait dengan perkara pidana di Balikpapan, Tahun 2018.
"KPK sangat kecewa dengan aparatur penegak hukum, khususnya Hakim yang masih melakukan korupsi, apalagi diduga suap diberikan untuk membebaskan terdakwa dari ancaman Pidana," kata Syarief di Gedung KPK Jakarta, Sabtu (4/5).
Menurutnya, jika korupsi saja merupakan kejahatan yang luar biasa, maka korupsi yang dilakukan oleh penegak hukum merupakan bentuk korupsi yang jauh lebih buruk. Apalagi jika korupsi menjangkiti orang-orang yang berada di institusi peradilan yang semestinya memegang teguh sumpah jabatan amanat undang-undang dan kepercayaan publik dalam posisi mereka sebagai 'wakil Tuhan di dunia'.
"Karena berulangnya Hakim yang dijerat korupsi, KPK meminta keseriusan Mahkamah Agung melakukan perbaikan ke dalam dan bertindak tegas terhadap pelanggaran sekecil apapun, terutama untuk posisi Hakim dan pihak terkait Iainnya. KPK akan membantu Mahkamah Agung RI untuk melakukan perbaikan tersebut sebagai bagian dari ikhtiar bersama untuk menjaga institusi peradilan kita dari virus korupsi," tegas Syarief.
KPK menetapkan tiga orang sebagai tersangka yakni Kayat, Hakim di PN Balikpapan; Sudarman, Swasta dan Jhonson Siburian Advokat. Kayat diduga meminta uang untuk membebaskan Sudarman, terdakwa yang sedang menjalani persidangan. Pada tahun 2018, Sudarman dan dua terdakwa Iain disidang di Pengadilan Negeri Balikpapan dengan Nomor Perkara: 697/ Pid.B/2018/PN Bpp dalam kasus pemalsuan surat.
Atas perbuatannya, Kayat disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau huruf c atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Sementara Sudarman dan Jhonson disangkakan melanggar pasal 6 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.