Kamis 02 May 2019 09:02 WIB

Kaisar Naruhito: Tirai Baru di Kekaisaran Jepang Dimulai

Kaisar Jepang Naruhito secara resmi naik takhta pada Rabu (1/5).

Kaisar baru Jepang, Naruhito dengan ditemani Permaisuri Masako saat upacara naik takhta di Imperial Palace di Tokyo, Rabu (1/5).
Foto: Japan Pool via AP
Kaisar baru Jepang, Naruhito dengan ditemani Permaisuri Masako saat upacara naik takhta di Imperial Palace di Tokyo, Rabu (1/5).

REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Kaisar Jepang Naruhito secara resmi naik takhta pada Rabu (1/5). Penyerahan jabatan terjadi sehari setelah ayahnya, Akihito, menyerahkan takhta pada Selasa (30/4). Hal tersebut juga menandai dimulainya era baru “Reiwa”.

Akihito (85 tahun) dan permaisurinya, Michiko, mengikuti ritual pengunduran diri dalam upacara singkat dan sederhana, pada Selasa (30/4). Upacara itu mengakhiri masa tiga dasawarsanya pada Selasa (30/4) waktu setempat.

Ia adalah kaisar pertama yang turun takhta dalam 200 tahun atau sejak Jepang terakhir kali menggelar upacara penurunan takhta pada 1817.

Di bawah Kaisar Akihito, monarki modern Jepang menjadi lebih mudah diakses dan terbuka. Dia dan Michiko mempertahankan jadwal sekitar 250 pertemuan publik dan 75 perjalanan di seluruh negeri dan luar negeri setiap tahun. Hal ini karena mereka juga bertugas sebagai utusan rekonsiliasi pascaperang.

Akihito menjalani pengabdiannya selama tiga puluhan tahun berjuang melepaskan diri dari bayang-bayang ayahnya yang berkuasa sepanjang Perang Dunia II. Istrinya, Machiko, berasal dari kalangan rakyat biasa yang dididik secara Katolik.

Keduanya dekat dengan rakyat Jepang, terutama kaum difabel, pihak-pihak yang mendapat diskriminasi, dan korban bencana alam.

Putra tertua Akihito, Kotaishi Naruhito Shinno, yang lahir pada 23 Februari 1960 secara teknis otomatis menggantikan ayahnya ke takhta Krisanteum. Ia resmi dinobatkan sebagai kaisar pada Selasa (30/4) tengah malam setelah Akihito menyerahkan takhtanya. Penobatan itu kemudian diformalkan dalam upacara Rabu pagi.

Naruhito merupakan kaisar pertama yang lahir setelah Perang Dunia II. Naruhito tumbuh bersama saudara dan orang tuanya di Istana Kekaisaran Tokyo. Setelah mendapatkan gelar sejarah di Universitas Gakushin, dengan tesis tentang transportasi air abad pertengahan, Naruhito melanjutkan pendidikannya ke Merton College, Oxford. Naruhito adalah bangsawan Jepang pertama yang belajar di luar negeri.

Naruhito dikenal sangat peduli dengan pengelolaan air dan lingkungan hidup. Sejak 2007, dia menjabat sebagai presiden kehormatan Dewan Penasihat Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Air dan Sanitasi. Selain itu, dia juga kerap menjadi pembicara internasional yang membahas mengenai topik air, sanitasi, dan lingkungan.

Istrinya, Masako, merupakan seorang mantan diplomat berusia 55 tahun. Keduanya diharapkan memiliki pandangan yang lebih global dan dekat dengan kehidupan banyak orang Jepang.

Dalam upacara pengangkatan, Naruhito mewarisi pusaka yang berupa pedang dan perhiasan yang menandai kekuasaannya. Dalam pidato pertamanya sebagai seorang kaisar, Naruhito berjanji untuk mengikuti apa yang sudah dilakukan ayahnya, Akihito, untuk menjaga perdamaian dan memberbagi kebahagiaan dan dukacita dengan rakyatnya.

"Saya berjanji bahwa saya akan selalu memikirkan orang-orang dan memenuhi tugas saya sebagai simbol negara Jepang dan persatuan rakyat Jepang sesuai dengan konstitusi," kata Naruhito, mengenakan jas berekor yang disemati sejumlah medali.

"Saya dengan tulus berharap untuk kebahagiaan rakyat dan kemajuan lebih lanjut dari negara ini dan untuk perdamaian dunia," ujar Naruhito.

photo
Kaisar Jepang: Kaisar Jepang Akihito setelah menyelesaikan ritual turun takhta setelah tiga dekade berkuasa di Istana Kekaisaran di Tokyo, Selasa (30/4).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement