Rabu 01 May 2019 10:17 WIB

Alasan Aspek Batalkan Aksi May Day di Depan Istana Negara

Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia memilih Tennis Indoor Senayan sebagai lokasi aksi.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Andri Saubani
[ilustrasi] Aksi buruh di May Day 2018
Foto: RepublikaTV/Havid Al Vizki
[ilustrasi] Aksi buruh di May Day 2018

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia memindahkan lokasi unjuk rasa ke Tennis Indoor Senayan pada peringatan Hari Buruh alias May Day pada Rabu, (1/5). Mulanya, Aspek berencana berunjuk rasa di depan Istana Negara.

Presiden Aspek, Mirah Sumirat mengatakan, pemindahan lokasi demo itu karena ada ketakutan pemancingan emosi dari pihak lain. Sebab, ia ingin aksi unjuk rasa berjalan damai.

Baca Juga

"Kalau melihat tahun kemarin, kami batal di Istana Negara karena takut dipancing (rusuh) sama tetangga," katanya pada Republika.

Mirah enggan merinci tetangga yang dimaksudnya tersebut. Ia kemudian menjelaskan soal pemilihan lokasi.

"Maunya di GBK, tapi ternyata dipakai. Di Istora juga dipakai. Akhirnya pilihannya ya tinggal Tennis Indoor," ujarnya.

Diketahui, unjuk rasa Aspek dilakukan bersama dengan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI ). Tuntutannya pencabutan Peraturan Pemerintah No.78 tahun 2015 tentang Pengupahan, yang sangat merugikan buruh. Aspek menolak upah murah dengan mencabut Peraturan Pemerintah Nomor 78 tahun 2015 tentang Pengupahan, dan naikkan KHL sebagai dasar perhitungan upah minimum menjadi 84 komponen.

Aspek Indonesia juga menolak tenaga kerja asing (TKA) unskill dan kembalikan persyaratan kewajiban mampu berbahasa Indonesia bagi TKA, serta ketentuan satu orang TKA didampingi 10 orang tenaga kerja lokal, dengan mencabut Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) Nomor 16 Tahun 2015 sebagai revisi Permenaker 12/2013. Terakhir, Aspek Indonesia meminta Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No.36 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Pemagangan di Dalam Negeri dicabut, yang dinilai tidak lebih dari upaya legitimasi atas eksploitasi sumber daya manusia Indonesia yang mengabaikan hak untuk sejahtera.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement