Ahad 28 Apr 2019 16:15 WIB

Pilpres 2019: Paham Agama Makin Membelah Kita, What Next?

Jokowi menang makin telak di ujung timur, Prabowo di ujung barat.

Denny JA
Foto:

Sebaliknya. Komunitas Muslim dengan garis FPI, Reuni 212, HTI dan muslim konservatif. Plus Muslim yang belum semua karakternya teridentifikasi, yang banyak di Jabar, Banten, Aceh, Sumbar, Riau, berkumpul di belakang Prabowo.

Itulah pembelahan  politik elektoral Indonesia, yang terbaca dalam pilpres 2019.

-000-

What next? Akan semakin dalamkah pembelahan elektoral berdasarkan paham agama? Baguskah pembelahan itu untuk Indonesia?

Masyarakat modern seperti Amerika Serikatpun mengalami pembelahan elektoral. Namun pembelahan di sana lebih kepada basis platform kebijakan publik.

Satu kubu lebih liberal, lebih kepada peran pemerintah yang lebih besar, juga lebih kepada kultur yang lebih sekuler.

Kubu yang lain disebut lebih konservatif, lebih ingin peran pemerintah yang minimal. Juga platform ini lebih diwarnai kultur nilai- nilai agama.

Ketika Hillary versus Trump pada pilpres 2016, persaingan politik juga terasa panas, dan banyak pula memainkan isu politik identitas.

Namun di Amerika Serikat, satu hal sudah pasti. Tak ada lagi elit berpengaruh yang ingin mengkutak katik politik demokrasi sebagai aturan main bersama. Semua persaingan disetujui dituntaskan melalui prosedur, mekanisme dan lembaga demokrasi.

Tantangan kita ke depan adalah memperkuat politik demokrasi itu. Yaitu membuat demokrasi menjadi “the only game in town.” Sekeras apapun pembelahan elektoral yang terjadi, ia tetap dilaksanakan dalam prosedur dan kelembagaan demokrasi.

Solusi di luar demokrasi, hanya akan membuat kita semakin terbelah dan jatuh pada kekerasan.

Ketika paham agama semakin membelah kita, ingatlah ini. Mereka yang bukan saudaramu seiman, dan bukan saudarmu dalam satu kubu capres, tetap saudaramu sebangsa, dan setanah air.

April 2019

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement