Jumat 26 Apr 2019 07:28 WIB

Kesaksian Aliran Dana Suap Pejabat Kemenpora

PBNU bantah dana KONI mengalir ke Muktamar Jombang.

Tersangka korupsi (ilustrasi)
Foto: Dok Republika.co.id
Tersangka korupsi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Bagian Keuangan Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Eni Purnawati mem beberkan sejumlah aliran dana hibah KONI pada 2018 di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (25/4). Eni bersaksi untuk terdakwa Sekretaris Jenderal (Sekjen) KONI, Ending Fuad Hamidy, yang menyuap pejabat Kementerian Pemuda dan Olahraga (Menpora).

Dalam kesaksiannya, Eni mengaku menyerahkan dana Rp 3 miliar untuk Miftahul Ulum selaku asisten pribadi Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrowi. Kronologinya, kata Eni, pada 8 Juni 2018, Bendahara Umum KONI Johny E Awuy menitip dana Rp 10 miliar ke rekening KONI di BNI.

"Sesuai perintah Pak Johny, ada tiga tahap penggunaan, yang pertama Rp 3 miliar untuk membeli dolar Singapura dan dolar AS, Rp 3 miliar untuk diberikan kepada Pak Ulum, dan Rp 3 miliar untuk Pak Hamidy. Sisanya ke Pak Johny," kata Eni.

Fuad Hamidy didakwa menyuap Deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kemenpora Mulyana serta Asisten Olahraga Prestasi Deputi Bidang Peningkatan Prestasi Olah raga Kemenpora Adhi Purnomo dan Staf Deputi IV Olahraga Prestasi Kemenpora Eko Triyanta. Dua penerima suap kini juga tengah menghadapi persidangan.

Eni mengatakan, uang Rp 10 miliar tersebut berasal dari hibah tugas pelaksanaan tugas pengawasan dan pendampingan program peningkatan prestasi olahraga nasional pada multi-event Asian Games ke-18 dan Asian Para Games ke-3 pada 2018 sebesar Rp 30 miliar. "Dari Rp 30 miliar tidak seluruhnya untuk Asian Games atau Para Games, tapi untuk try out panitia yang ada di KONI," kata Eni.

Uang Rp 10 miliar tersebut tercatat sebagai dana operasional sekjen KONI. "Kalau Rp 3 miliar untuk Pak Hamidy diambil Atam pengemudi Pak Hamidy, tapi saya tidak tahu untuk apa," kata Eni.

Sementara untuk Ulum, Eni mengaku memberikannya kepada utusan Ulum bernama Joni. Saat itu, Eni mengaku dipanggil dan disampaikan 'Bu Eni ini utusan Pak Ulum'. "Orangnya tinggi hitam. Saya taruh uang Rp 3 miliar di dalam tas," kata Eni.

Selain itu, Eni mengatakan, ada kartu ATM dan buku tabungan milik Joni yang dititip Ulum. "Ada tulisan Ulum, ditulis pensil di buku itu. Maksudnya untuk mengingat bahwa (uang dalam tabungan) itu untuk Pak Ulum," kata Eni.

Eni mengaku menyetor uang dari kas KONI beberapa kali ke rekening tersebut. Di antaranya, Rp 30 juta dan Rp 50 juta. "Totalnya saya tidak hafal, ada dua tiga kali," kata Eni.

Dalam sidang itu, Ulum langsung membantah kesaksian Eni. "Tidak pernah menerima (Rp 3 miliar), tidak pernah mengutus seseorang, saya tidak pernah melakukan hal seperti itu," kata Ulum.

Sementara, Wakil Bendahara KONI Lina Nurhasanah mengakui pernah mendapat titipan Rp 300 juta dari Fuad Hamidy untuk Muktamar NU 2016 di Jombang. Lina yang diminta mengantar uang itu ke Surabaya menyerahkan kembali uang itu ke Hamidy saat sampai bandara.

"Pak Hamidy sore-sore ke Kemenpora menitip uang Rp 300 juta. Terus malam itu Pak Hamidy berangkat ke Surabaya dengan Pak Alfitra Kemenpora (Sekretaris Menpora, Alfitra Salamm) saat itu," kata Lina yang juga menjadi saksi untuk Ha midy.

"Menurut info Pak Hamidy, uang itu untuk Muktamar NU," ujar Lina.

Kesaksian itu sesuai dengan BAP Lina. Dalam BAP-nya, Lina menceri takan pada 2016, saat Muktamar NU Jombang, ia dititipkan uang sekitar Rp 300 juta oleh Hamidy. Dia kemudian diinstruksikan agar membawa uang tersebut ke Surabaya dan menyerahkannya kepada Fuad dan Alfitra. Saat itu, Muktamar NU dihadiri Menteri Pemuda dan Olahraga, Imam Nahrawi.

Selain itu, Lina pada 2018 juga mengakui bahwa Fuad Hamidy memberikan Rp 2 miliar untuk Miftahul Ulum selaku asisten pribadi Menpora Imam Nahrowi. Saat itu, Lina sedang berbicara dengan Fuad Hamidy dan Miftahul Ulum. Fuad Hamidy kemudian meminta staf bagian keuangan untuk membawa uang dari bagian keuangan di lantai 11 yang kemudian diserahkan kepada Miftahul Ulum.

Lina mengaku mengetahui uang itu Rp 2 miliar dari catatan yang ditulis Fuad Hamidy. "Jumlahnya saya tidak lihat, tapi kata Pak Hamidy jumlahnya Rp 2 miliar," kata Lina.

Ulum juga juga langsung membantah pernah menerima tas berisi uang tersebut. "Saya tidak pernah merasa menerima, saya tidak pernah bertemu Bu Lina di KONI," kata Ulum.

Sementara, Ketua Bidang Hukum, HAM, dan Perundang-Undangan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Robikin Emhas membantah adanya dana Rp 300 juta yang dikirim untuk Mukhtamar NU di Jombang. Robikin menilai keterangan Lina itu mengada-ada.

"Barusan saya dapat konfirmasi dari Pak Fanani, wakil bendahara panitia muktamar. Beliau memastikan tidak ada uang yang diterima panitia muktamar dari KONI," kata Robikin, Kamis (25/4).

Menurut Robikin, keterangan Lina pun tidak cocok dengan pelaksanaan Muktamar NU di Jombang yang berlangsung pada 2015. "Menurut berita media melansir keterangan saksi Lina, uang Rp 300 juta yang dimaksudkan adalah di tahun anggaran 2016. Sedangkan, Muktamar Jombang adalah tahun 2015. Jadi, dari segi waktu itu tidak make sense," katanya.

Robikin mengungkapkan, lalu lintas keuangan muktamar memiliki mekanisme tersendiri. Tidak semua orang memiliki kewenangan untuk menerima dan mengeluarkan uang, sekalipun dalam suatu kepanitiaan kegiatan. Semua itu untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.

"Jangan orang mengatasnamakan kepanitiaan tertentu dan membawa-bawa nama NU, lalu NU yang disebut-sebut. Itu bisa menjadi fitnah bagi NU," ujar Robikin. (andrian saputra/amri amrullah/antaraed: ilham tirta)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement