REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sidang lanjutan kasus penyebaran berita bohong atau hoaks dengan terdakwa Ratna Sarumpaet kembali digelar, Kamis (25/4) dengan menghadirkan saksi ahli. Ada empat saksi ahli yang dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) yakni saksi ahli sosiologi Trubus, saksi ahli bahasa Wahyu Wibowo, saksi ahli pidana Metty Rahmawati dan saksi ahli forensik digital Saji Purwanto.
Namun, terdakwa Ratna Sarumpaet mengkritik keterangan yang disampaikan oleh ahli bahasa dalam sidang tersebut. Ratna bahkan meragukan kompetensi ahli bahasa bernama Wahyu Wibowo.
"Kalau yang (ahli) bahasa agak ngawur. Saya malah ragu dia ahli bahasa apa bukan, karena dia selalu berputar-putar dari konteks. Dia bahkan mengabaikan kamus besar. Kamus besar itu kan memang beda banget," kata Ratna Sarumpaet saat diskors di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jalan Ampera Raya, Kamis (25/4).
Sementara itu, saat ditanya mengenai keterangan ahli digital forensik yang juga dihadirkan jaksa, Ratna mengaku tak tahu alasan mengapa ahli itu dihadirkan. "Saya juga nggak tahu kenapa dia ada di sini. Dari tadi sih nggak ada pertanyaan yang diajukan ke dia. Menurut saya nggak perlu banget," ujar Ratna.
Dalam persidangan itu, ahli bahasa Wahyu Wibowo menjelaskan makna kata keonaran terkait perkara hoaks penganiayaan Ratna Sarumpaet. Dalam filsafat bahasa, kata Wahyu, kata onar berati ribut atau gaduh, sedangkan keonaran adalah hasil dari onar tersebut.
Kata dia, keonaran sudah bisa dikatakan terjadi, hanya dengan melibatkan dua orang saja. Namun, dalam lanjutannya harus melibatkan orang lebih banyak. Ia pun menjelaskan, keonaran bisa terjadi dengan munculnya situasi yang membuat publik bertanya-tanya atau keheranan.
"Keonaran dari kata onar. Dalam konteks tersebut, keributan tak harus secara fisik. Keonaran itu bisa saja buat orang bertanya-tanya, buat orang gaduh dalam konteks filsafat bahasa," kata Wahyu saat bersaksi di hadapan majelis hakim.