Rabu 24 Apr 2019 21:57 WIB

Mahfud: Siapapun Presiden Terpilih, Segera Revisi UU Pemilu

Banyak hal yang harus dievaluasi dalam pelaksanaan pemilu.

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Esthi Maharani
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman (kedua kiri) menyambut kedatangan Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD (kedua kanan) di kantor KPU, Jakarta, Rabu (24/4/2019).
Foto: Antara/Dhemas Reviyanto
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman (kedua kiri) menyambut kedatangan Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD (kedua kanan) di kantor KPU, Jakarta, Rabu (24/4/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD,  mengusulkan adanya revisi terhadap UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017. Menurutnya, ada banyak hal yang harus dievaluasi dalam pelaksanaan pemilu. 

"Begitu pemerintah nanti terbentuk siapapun presidennya, apakah itu Pak Prabowo atau Pak Jokowi, itu pada bulan Oktober membuat program legislasi nasional (prolegnas). Saya minta tahun pertama kami minta agar segera mengevaluasi dan merevisi UU Pemilu Nomor 7 tahun 2017 karena banyak hal yang harus ditinjau," ujar Mahfud kepada wartawan di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (24/4).

Dia melanjutkan, masih banyak lubang-lubang yang menjadi titik kelemahan pemilu saat ini. Dan kelemahan ini menyebabkan ratusan orang KPPS meninggal dunia dan sakit. Selain itu, masih ada puluhan polisi dan pengawas pemilu yang meninggal dunia.

"Harus ditinjau lagi yang dimaksud pemilu serentak itu apa sih? Apakah harus harinya sama? Atau petugas lapangan harus sama sehingga tidak bisa berbagi beban? Atau bagaimana? Ataukah harinya bisa dipisah, atau panitia ditingkat lokal, panitianya bisa dipisah, tetapi dengan kontrol yang ketat?" ungkapnya.

Kedua, kata Mahfud,  soal sistem pemilu pun harus dievaluasi. Terlebih, soal sistem pemilu yang proporsional terbuka dan proporsional tertutup. Sebab, menurutnya sistem proporsional terbuka seperti saat ini tidak sehat untuk iklim demokrasi. Sistem proporsional terbuka memicu praktik jual beli suara.

"Ini menjadi masalah sekarang di mana sistem mencoblos nama dan parpol itu jual beli suara di internal parpol banyak terjadi. Itu dilakukan diantara mereka sendiri saling jual beli begitu. Dan itu tidak sehat bagi demokrasi kita," tambah Mahfud. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement