Selasa 23 Apr 2019 12:53 WIB

Idrus Marham Divonis Tiga Tahun Penjara

Putusan hakim terhadap Idrus Marham lebih ringan dari tuntutan Jaksa KPK.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Teguh Firmansyah
Terdakwa kasus dugaan suap proyek PLTU Riau-1 Idrus Marham menjalani sidang putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Selasa (23/4/2019).
Foto: Antara/Sigid Kurniawan
Terdakwa kasus dugaan suap proyek PLTU Riau-1 Idrus Marham menjalani sidang putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Selasa (23/4/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -  Majelis Hakim Pengadilan  Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan vonis tiga tahun penjara dan denda Rp 150 juta subsidier dua bulan kurungan kepada mantan Sekertaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham.

Putusan Majelis Hakim lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum KPK yakni lima tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 4 bulan kurungan.

Baca Juga

“Mengadili, menyatakan terdakwa Idrus Marham  terbukti bersalah melakukan korupsi bersama-sama, menjatuhkan pidana tiga tahun penjara dan denda Rp 150 juta subsidier dua bulan kurungan,“ ujar Ketua Majelis Hakim Yanto saat membacakan amar putusan di ruang sidang Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat, Selasa (23/4).

Dalam putusannya Majelis Hakim menganggap, Idrus dan Eni Maulani Saragih sebagai anggota DPR yang kewenangannya mengawasi pemerintah dan budgeting, justru melakukan kolusi dengan melakukan kesepakatan tidak jujur. Hal ini diwarnai pemberian uang kepada Eni dan diketahui oleh terdakwa Idrus Marham.

"Unsur patut diduga hadiah atau janji tersebut diberikan atas kekuasaan atau kewenangan jabatan atau menurut pikiran orang yang memberikan hadiah itu ada hubungannya dengan jabatan ada dalam perbuatan terdakwa," kata anggota Majelis Hakim Hastoko.

Adapun dalam pertimbangan Hakim terdapat hal yang meringankan dan memberatkan. Untuk yang meringankan, Idrus bersikap sopan selama persidangan. Ia juga belum pernah dipidana. Selain itu, Idrus tidak menikmati hasil pidana yang dilakukan. Sementara hal yang memberatkan, jaksa menilai perbuatan Idrus tidak mendukung pemerintah dalam memberantas korupsi. 

Mantan menteri sosial itu terbukti menerima suap Rp 2,250 miliar. Uang tersebut diberikan oleh pengusaha sekaligus salah satu pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited, Johannes Budisutrisno Kotjo.

Masih dalam putusan, uang tersebut  diduga agar mantan Wakil Ketua Komisi VII Eni Maulani Saragih membantu Kotjo mendapatkan proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang (PLTU) Riau 1.

Proyek tersebut rencananya akan dikerjakan PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PT PJBI), Blackgold Natural Resources dan China Huadian Engineering Company Ltd yang dibawa oleh Kotjo. Awalnya, Kotjo melalui Rudy Herlambang selaku Direktur PT Samantaka Batubara mengajukan permohonan dalam bentuk IPP kepada PT PLN Persero terkait rencana pembangunan PLTU.

Namun, karena tidak ada kelanjutan dari PLN, Kotjo menemui Ketua DPR sekaligus Ketua Umum Partai Golkar saat itu yakni Setya Novanto. Kepada Novanto, Kotjo meminta bantuan agar dapat dipertemukan dengan pihak PLN. Menyanggupi permintaan Kotjo, Novanto mengenalkan Kotjo dengan Eni yang merupakan anggota Fraksi Golkar yang menaungi Komisi  VII DPR dan membidangi energi.

Setelah itu, Eni pun melakukan pertemuan antara Kotjo dan pihak-pihak terkait, termasuk Direktur Utama PLN Sofyan Basir. Hal itu dilakukan Eni untuk membantu Kotjo mendapatkan proyek PLTU.

Menurut jaksa, penyerahan uang dari Kotjo kepada Eni atas sepengetahuan Idrus Marham. Saat itu, Idrus menjabat sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Umum Golkar, lantaran Setya Novanto tersangkut kasus korupsi pengadaan KTP-elektronik (KTP-el).

Terdakwa sebagai Plt Ketua Umum saat itu, mengetahui  informasi dari Eni bahwa dirinya akan menerima fee dari Kotjo 2,5 persen berasal dari proyek akan diterima dari Kotjo.

Setelah itu, Idrus mengarahkan Eni untuk meminta uang 2,5 juta dollar AS kepada Kotjo. Uang itu digunakan untuk keperluan Munaslub Golkar.  Saat itu Eni menjabat Bendahara Munaslub. Mantan Menteri Sosial itu juga disebut meminta agar Kotjo membantu keperluan pendanaan suami Eni Maulani saat mengikuti pemilihan kepala daerah.

Atas perbuatannya Idrus dijerat Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement