Kamis 18 Apr 2019 19:25 WIB

Tingginya Kelembapan Udara Picu Meningkatnya Kasus DBD

Peningkatan kasus DBD ternyata lebih dipengaruhi oleh kelembapan udara, bukan hujan.

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Reiny Dwinanda
Nyamuk demam berdarah.
Foto: AP
Nyamuk demam berdarah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengungkap data bahwa peningkatan jumlah kasus penyakit demam berdarah dengue (DBD) terjadi saat kelembaban udara lebih dari 75 persen. Informasi itu disebutkan Kepala Bidang Informasi Iklim Terapan BMKG Marjuki saat mempresentasikan berkorelasi antara kelembapan di atas 75 persen dengan peningkatan kasus DBD di Jakarta Pusat.

"Yang mempengaruhi bukan curah hujan, melainkan kelembapan udara," katanya saat media briefing bencana hidrometeorologi, di Jakarta, Kamis (18/4).

Fakta itu terungkap lewat penelitian yang dilakukan pihaknya dengan lembaga dan universitas. Hasil penelitian menunjukkan keterkaitan antara kelembapan udara dan pertumbuhan nyamuk.

Di tempat yang sama, Kepala Pusat Krisis Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Achmad Yurianto menjelaskan, musim kawin nyamuk memang terjadi saat kelembapan di atas 75 persen. Ia pun meminta pencegahan harus dilakukan sebelum kelembapan udara melewati 75 persen.

"Nyamuk membutuhkan sel darah untuk perkembangbiakannya dan untuk menggigit karena harus ada air liur yang dikeluarkan dan dari situ ada virus (dengue) yang terbawa," katanya.

Keterkaitan antara kelembaban dan banyaknya kasus DBD ini, dia menambahkan, menjadi jawaban mengapa tidak ada nyamuk di daerah kering seperti Arab Saudi dan sebaliknya di daerah lembap. Kini, Kemenkes aktif mengedepankan upaya preventif promotif dibandingkan saat sudah terjadi kasus atau kuratif.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement