Selasa 16 Apr 2019 05:02 WIB

Kasus Malaysia dan Ujian untuk KPU

KPU harus proaktif membuktikan apakah surat suara yang tercoblos itu palsu atau asli.

Teguh Firmansyah
Foto: Republika/Kurnia Fakhrini
Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Teguh Firmansyah*

Pada 11 April lalu, publik di dalam negeri dihebohkan dengan kabar surat suara yang tercoblos di Selangor, Malaysia.  Surat suara yang disimpan di dalam sebuah ruko itu telah tercoblos atas nama capres dan calon legislatif tertentu.

Nama Rusdi Kirana yang juga duta besar RI untuk Malaysia dibawa-bawa dalam kasus ini. Pasalnya, di antara surat suara yang tercoblos diduga atas nama putranya Davin Kirana. Davin maju lewat Partai Nasdem dan bersaing di dapil Jakarta II yang mencakup wilayah Jaksel, Jakpus dan Luar Negeri.

KPU hingga kini belum berani menyimpulkan, apakah surat suara itu asli atau bukan? KPU nampaknya sangat berhati-hati. Dua utusan KPU telah berada di Malaysia sejak Kamis untuk menggali lebih jauh kebenaran pencoblosan surat suara tersebut.

Namun langkah KPU maupun Bawaslu untuk melihat langsung surat suara masih terganjal. KPU beralasan ruko, tempat kejadian perkara, sudah dipasangi oleh garis polisi.  KPU belum memiliki akses karena polisi Malaysia masih menggunakan surat suara itu sebagai barang bukti dalam proses penyelidikan.  

Di sini KPU harus bersikap proaktif. KPU sebagai insitusi resmi pemerintah, sejatinya bisa meminta izin ke pemerintah Malaysia secara resmi untuk melihat surat suara ini. KPU bisa meminta bantuan Kemenlu lewat pendekatan jalur diplomatik. Jadi, tidak langsung pasrah begitu saja, ketika tak diizinkan oleh pemerintah Malaysia. Setidaknya hal itu mendesak untuk memastikan apakah itu surat suara asli atau bukan?

Karena ini adalah pertanyaan mendasar yang semestinya wajib dijawab terlebih dahulu. Kemudian kalaupun surat suara tersebut palsu, lantas siapa yang menyebarkan? Siapa yang membuat? Dan apa motif di balik pencoblosan itu?

Sebagai penyelenggara pemilu, KPU pasti memiliki alat atau tools untuk mengetahui keaslian surat suara.  Sama sepertinya Bank Indonesia melihat apakah uang tersebut palsu atau bukan. 

Sekali lihat, Bank Indonesia bisa langsung menyimpulkan jika uang itu palsu atau bukan. Nah, kini tugas KPU untuk bertindak cepat, menggunakan semua jalur yang tersedia untuk memastikan keabsahan surat suara tersebut.

Belum lagi jika nanti disimpulkan surat suara itu sah. Akan banyak sekali pertanyaan, termasuk soal bagaimana surat suara itu tercoblos? Bagaimana bisa surat suara ada di kantong plastik hitam dan di simpan di gudang sebuah ruko?

Masalah ini tidak boleh diremehkan karena menyangkut kredibilitas pemilu. Bahkan satu suara sekalipun, KPU tak boleh menganggap remeh.

Ucapan Ketua KPU yang menyatakan, "Kami tidak menghitung (surat suara) yang ditemukan itu, dianggap sampah saja", jangan sampai dianggap sebagai sinyal KPU 'melepaskan' kasus ini.  Semua harus diselidiki sampai menemukan dalang di balik surat suara itu.

Di akar rumput maupun media sosial, kasus ini telah memicu beragam spekulasi. Kubu 01 memandang, pencoblosan ini sengaja digunakan untuk memojokkan kubu Jokowi-Ma'ruf Amin. Pencoblosan surat suara itu juga dinilai sebagai upaya untuk mendelegitimasi pemilu.

Nasdem pun merasa pencoblosan ini hanya upaya untuk merusak citra kader muda potensial Nasdem. Partai besutan Surya Paloh ini menegaskan, jika partai mereka menjunjung tinggi asas Jurdil dan Luber.   

Sebaliknya, bagi kubu 02, pencoblosan ini merupakan langkah sistematis untuk mengalahkan mereka. BPN menilai tuduhan bahwa merekalah yang berada di balik pencoblosan itu adalah tudingan keji. 

Siapa yang benar? Kita tunggu jawaban KPU.

*) Penulis adalah redaktur republika.co.id

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement