REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD meminta para pemilih terutama milenial untuk mematangkan pilihan mereka. Dia mengimbau, pemilih untuk mengali informasi sebanyak-banyaknya sebelum memberikan suara dalam Pilpres dan Pileg 2019.
Menurut Mahfud, suara milenial akan sangat menentukan arah negara ke depannya. Dia mengatakan, hal itu mengingat banyaknya jumlah pemilih milenial dalam Pemilu 2019 kali ini. Data KPU menunjukan suara milenial mencapai 40 persen.
"Saya bilang tadi 51 juta orang pemilih milenial ini, kalau itu hadir semua atau 90 persen saja itu warna Indonesia ke depan akan ditentukan oleh anak-anak milenial," kata Mahfud MD di Jakarta, Senin (15/4).
Sebabnya, Mahfud mengimbau milenial untuk membaca rekam jejak para kandidat kepala negara. Dia mengatakan, masyarakat harus bisa melihat apakah para pasangan calon (paslon) memiliki sejarah kelam masa lalu dan sebagainya atau tidak.
Menurut Mahfud, milenial biasanya akan sangat menentukan pilihan pemimpin yabg dianggap bisa mengakomodir kemauan kalangan mereka. Kendati, dia mengungkapkan, milenial harus tetap memberikan suaranya meski tidak cocok dengan mempertimbangkan berbagai hal. "Di antara dua orang pasti ada yang lebih ideal menurut Anda," katanya.
Sementara, Psikolog Ratih Ibrahim mengungkapkan, rekam jejak calon anggota legislatif diprediksi akan mempengaruhi pemilih untuk menentukan pilihan mereka. Dia berpendapat kasus korupsi hingga skandal pribadi akan mempengaruhi psikologi pemilih.
"Kepercayaan pemilih bisa memudar karena kasus dipengaruhi kasus aib. Kasus-kasus tersebut punya potensi memengaruhi psikologi pemilih. Ada trust yang jadi terganggu dan rusak," kata Ratih.
Meski terganggu, Ratih menilai caleg tetap bisa mendapat kepercayaan jika pemilih menutup mata dari tindakan aib yang dilakukan sang caleg. Dia mengatakan, caleg akan tetap dipilih kecuali pemilihnya memang buta atau membutakan diri terhadap kasus yang ada.
Hal senada dikatakan psikolog sosial UGM Koentjoro. Dia mengatakan kepribadian caleg akan mempengaruhi psikologi pemilih rasional dalam menentukan pilihan politiknya pada Pemilu.
Dia menambahkan, gaya hidup bisa mempengaruhi kepribadian caleg. Dalam kasus korupsi misalnya, ia berkata, biasanya tindakan korupsi dilakukan caleg yang tidak memiliki dana atau tidak cukup percaya diri dalam bertarung di pemilu.
"Pemilih rasional ya akan terpengaruh. Tapi kalau kepatuhan sudah terbentuk pemilih akan membela dan merasionalkan kenapa perilaku caleg itu dapat terjadi," katanya.