REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG---Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Jabar mencatat sebanyak 636 dugaan pelanggaran selama masa kampanye Pemilihan Umum Serentak 2019. Bahkan, di masa tenang pun mereka menemukan tiga dugaan praktik politik uang di tiga daerah.
Koordinator Divisi Penindakan Pelanggaran Bawaslu Jawa Barat Sutarno mengatakan, tiga kasus tersebut merupakan hasil temuan petugas pengawas di Kota Bandung, Kabupaten Ciamis, dan Pangandaran.
Sutarno menjelaskan, Bawaslu Jabar menemukan dugaan pelanggaran tersebut saat melakukan patroli di masa tenang yang dimulai sejak Ahad (14/1) pukul 00.00. Dari ketiga kasus, semuanya terkait politik uang baik pembagian uang tunai maupun barang yang bernilai.
"Dugaan sementara, semua kasus ini terkait pileg (pemilu legislatif). Semuanya dilakukan oleh tim atau calegnya sendiri," ujar Sutarno kepada wartawan di Bandung, Senin (15/4).
Menurut Sutarno, pembagian uang tunai kepada pemilih dilakukan di Kabupaten Pangandaran dan Ciamis. Petugas Bawaslu Kabupaten Ciamis imenemukan amplop berisi uang Rp 25 ribu yang akan dibagikan kepada pemilih.
Sedangkan anggota pengawas pemilu di Kabupaten Pangandaran, kata dia, menemukan amplop berisi Rp1 00 ribu yang diduga kuat akan diberikan kepada pemilih. Di Kota Bandung, pihaknya menemukan calon anggota legislatif (caleg) yang membagi-bagikan sabun cuci yang disisipi imitasi surat suara yang mencantumkan caleg tersebut.
Namun, Sutarno belum bisa merinci lebih dalam terkait temuannya ini. Ia, hanya mengimbau para peserta pemilu agar tidak melakukan hal-hal yang dilarang saat masa tenang ini, baik politik uang maupun kampanye kepada masyarakat.
"Kami mengimbau peserta pemilu dapat menaati aturan perundang-undangan. Karena kami dan pihak terkait lainnya tidak ragu untuk menindak dan akan memberi sanksi berat, sampai pembatalan peserta pemilu," paparnya.
Di tempat yang sama, Ketua Bawaslu Jawa Barat Abdullah mengatakan, selama proses pemilu dari awal hingga akhir ini pihaknya menemukan 636 pelanggaran pemilu. Dari jumlah tersebut, 450 di antaranya merupakan pelanggaran administrasi, yang 14 kasusnya telah dijatuhi putusan.
"Ada juga 80 pidana pemilu, 14 kode etik, dan 56 pelanggaran dalam kaitan bukan dengan rezim pemilu," katanya.
Selain itu, kata dia, Bawaslu pun menyebut pelanggaran yang ditemukannya banyak terkait dengan pemasangan alat peraga kampanye yang tidak pada tempatnya. "Ada juga kampanye iklan di luar jadwal, ada keterlibatan ASN, dan penghilangan alat peraga kampanye," katanya.