REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Sebagai salah satu negara anggota Asia-Pacific Heads of Maritime Safety Agencies (APHoMSA), Indonesia berkesempatan menyampaikan paparan mengenai paper “Update on the Indonesia’s Proposals on the Establishment of New Traffic Separation Schemes and Associated Routeing Measures in Sunda and Lombok Straits” pada Pertemuan 20th Session of APHoMSA yang dilaksanakan Seni-Rabu (15-17/4) di Seoul, Republic of Korea.
Pada pertemuan dimaksud, delegasi Indonesia dipimpin oleh Sekretaris Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Arif Toha yang didampingi oleh Kasubdit Alur Direktorat Kenavigasian Ditjen Perhubungan Laut, Topan Rindoyo.
Dalam paparan yang disampaikan oleh Indonesia tersebut, Sesditjen Arif menjelaskan bahwa pada Sidang Plenary International Maritime Organization (IMO) Sub Committee Navigation Communication and Search and Rescue (NCSR) ke-6 yang diselenggarakan di Markas Besar International Maritime Organisation (IMO), London pada tanggal 16-25 Januari 2019 lalu menyetujui penetapan bagan pemisahan alur laut atau Traffic Separation Scheme (TSS) di Selat Sunda dan Selat Lombok.
Adapun penetapan TSS di Selat Sunda dan Selat Lombok ini merupakan salah satu pencapaian Indonesia setelah melalui perjuangan panjang selama kurang lebih dua tahun sampai IMO menyetujui proposal pengajuan TSS oleh Indonesia tersebut.
“Untuk itu, Indonesia akan melaksanakan kewajiban-kewajiban dalam pengimplementasian penuh TSS di kedua selat tersebut, dalam hal ini IMO terus memonitor pelaksanaan dan implementasinya," ujar Arif saat memaparkan paper Indonesia pada Forum APHoMSA, dalam keterangannya yang diterima Republika.co.id, Senin (15/4).
Arif menyampaikan, Indonesia terus melakukan persiapan terkait rencana implementasi TSS Selat Sunda dan Selat Lombok sampai kemudian diadopsi pada Sidang IMO Maritime Safety Committee (MSC) ke-101 pada bulan Juni 2019 mendatang.
"Pemerintah Indonesia memiliki kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan, antara lain melakukan pemenuhan sarana dan prasarana penunjang keselamatan pelayaran di area TSS yang telah ditetapkan, meliputi Vessel Traffic System (VTS), Stasiun Radio Pantai (SROP), Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP), serta peta elektronik terkini dan memastikan operasional dari perangkat-perangkat penunjang keselamatan pelayaran tersebut selama 24 jam 7 hari.
Arif juga menjelaskan bahwa Pemerintah Indonesia sedang mempersiapkan regulasi, baik lokal maupun nasional terkait dengan operasional maupun urusan teknis dalam rangka menunjang keselamatan pelayaran di TSS yang telah ditetapkan, serta melakukan koordinasi dan konsolidasi dengan para instansi dan stakeholder terkait dengan penetapan TSS di kedua Selat tersebut.
Atas dasar itulah, lanjut Arif, Indonesia berharap dalam forum ini dapat berbagi pengalaman dan pandangan dari negara-negara yang tergabung dalam Aphomsa terkait penerapan TSS di Selat Sunda dan Selat Lombok.
Pada kesempatan tersebut, Arif menjelaskan, bahwa Indonesia adalah negara kepulauan (archipelagic state) pertama di dunia yang secara Internasional memiliki bagan pemisahan alur laut atau TSS.
Sebelumnya, kata Arif, Indonesia bersama Malaysia dan Singapura telah memiliki TSS di Selat Malaka. Namun karena dimiliki oleh 3 (tiga) negara, maka TSS di Selat Malaka tersebut berbeda pengaturannya. Adapun TSS di Selat Sunda dan Selat Lombok ini wewenang pengaturannya dimiliki hanya oleh Indonesia. Inilah yang menjadikan Indonesia sebagai negara kepulauan pertama di dunia yang memiliki TSS melalui pengesahan oleh IMO dan berada di dalam ALKI (Alur Laut Kepulauan Indonesia) I dan ALKI II.
Lebih jauh lagi, dengan dipercayainya Indonesia oleh IMO untuk mengatur TSS di Selat Sunda dan Selat Lombok yang juga merupakan ALKI tersebut, menurut Arif, menunjukan peran aktif Indonesia dalam bidang keselamatan dan keamanan pelayaran internasional, serta memperkuat jati diri Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia.
“Ini adalah salah satu bukti keseriusan Indonesia di bidang keselamatan dan keamanan pelayaran dunia, serta perlindungan lingkungan maritim, khususnya di wilayah perairan Indonesia,” kata Arif.
Menurut Arif, pengesahan TSS di Selat Sunda dan Selat Lombok ini juga dapat menjadi bekal dan prestasi Indonesia dalam upaya pencalonan kembali Indonesia sebagai negara anggota Dewan Council IMO kategori C untuk periode 2019 - 2020 melalui sidang IMO Assembly pada bulan November 2019 mendatang.
"Pengesahan TSS di Selat Sunda dan Selat Lombok ini merupakan prestasi Indonesia sebagai anggota Dewan IMO Kategori C yang rencananya akan kembali mencalonkan diri menjadi anggota Dewan IMO Kategori C periode 2020 - 2021,” tandas Arif.
Sebagai info, Forum APHoMSA merupakan pertemuan regional yang diselenggarakan setiap tahun sejak tahun 1996, yang membahas tentang isu-isu terkait perlindungan lingkungan maritim, keselamatan dan keamanan pelayaran termasuk kesejahteraan pelaut, kerjasama regional, dan isu-isu maritim terkait lainnya. Adapun tahun ini forum APHoMSA diselenggarakan di Seoul, Republik of Korea dan direncanakan tahun 2020 dilaksanakan di Kanada.