REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Maruf Amin meminta masyarakat Indonesia untuk jeli dalam memilih presiden. TKN meminta masyarakat untuk tidak menyerahkan kepemimpinan di Indonesia pada seorang yang punya emosi yang tidak stabil.
"Pemimpin yang emosinya tidak stabil seperti itu akan sangat berbahaya saat memegang tampuk kekuasaan negara," kata Wakil Ketua TKN Koalisi Indonesia Kerja (KIK) Abdul Kadir Karding dalam keterangan resmi di Jakarta, Rabu (10/4).
Karding mengatakan, pemimpin yang tidak bisa mengendalikan stabilitas emosinua berpotensi mengancam rakyat. Dia mengatakan, masyarakat akan menjadi korban dari emosi kepala negara tersebut.
Ucapan Karding didukung hasil riset dari 204 ahli psikologi Universitas Indonesia. Hasil survei terhadap psikologi kedua calon presiden (capres) menunjukkan kepribadian Jokowi dinilai lebih tenang dibanding Prabowo Subianto.
Merunut hasil survei, Karding mengatakan, jika diukur dengan angka 1 sampai 10, poin untuk stabilitas emosi Prabowo berada pada angka 5,16. Sedangkan Jokowi 7,60 dalam hal ketenangan dalam menghadapi persoalan yang berat.
Ketua DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu melanjutkan, Jokowi juga hanya memiliki kemungkinan 13 persen sikap otoriter, berbeda dengan lawan politiknya sebsear 76 persen. Dia meambahkan, Jokowi juga memiliki angka 87 persen dan Prabowo hanya 24 persen terkait sikap demokratis.
Karding mengatakan, ukuran analisis psikologis itu diinilai menjadi bukti tegas bagi pemilih agar memilih pemimpin yang stabil. Dia mengungkapkan, akan sangat berbahaya jika bangsa diserahkan pada pemimpin yang tidak stabil.
"Taruhannya adalah nasib 260 juta rakyat yang terancam menjadi korban," kata Karding.
Sebaliknya, Karding menilai Jokowi adalah cermin pemimpin yang punya psikis yang baik. Dia mengatakan, Jokowi mampu bersikap tenang dan tidak mengedepankan emosi saat mengambil keputusan sehingga bisa terlihat dengan semakin baiknya iklim bernegara dan demokrasi nasional.
"Jokowi adalah contoh bagaimana seorang pemimpin mampu berpikir jernih, menguasai emosi dan yang terpenting dia adalah pemimpin yang stabil secara psikis," katanya.
Karding berpendapat, dalam menangani negara besar seperti Indonesia, diperlukan pemimpin yang tenang, tidak otoriter, dan pandai dalam memecahkan masalah. Menurutnya, pemimpin yang emosional bukannya memecahkan masalah tapi akan menciptakan masalah besar.
Pernyataan Karding merujuk sosok Prabowo yang semakin menunjukkan karakter emosi yang tak terkontrol. Dia mengatakan, ini tergambar mulai dari debat keempat saat Prabowo marah kepada penonton.
Lanjut Karding, emosi Prabowo juga semakin tak terkendali saat rapat terbuka. Pada rapat akbar di GBK, 7 April lalu, Prabowo sempat marah kepada salah satu pendukungnya yang terlihat mengobrol saat dia berpidato.
Anggota Dewan Pengarah Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga Fadli Zon mengomentari terkait diksi-diksi yang digunakan capres nomor urut 02 Prabowo Subianto dalam orasinya di kampanye terbuka yang dinilai terlalu kasar. Fadli mengatakan bahwa diksi-diksi tersebut disampaikan sembari bercanda.
"Saya kira nggaklah itu kan, coba dong dilihat gesture Pak Prabowo kan kadang-kadang sambil bercanda dan sebagainya," kata Fadli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (9/4).
Sebaliknya, yang justru melancarkan pernyataan kasar adalah capres nomor urut 01 Jokowi. Menurut Fadli, pernyataan 'Saya akan Lawan' yang disampaikan Jokowi beberapa waktu lalu merupakan bukti bahwa yang justru melontarkan pernyataan keras adalah Jokowi.
"Kalau Pak Prabowo dari dulu biasa saja begitu," ucap wakil ketua Partai Gerindra itu.
Selain itu, Fadli mengaku tidak khawatir bahwa diksi yang disampaikan Prabowo memberikan pembelajaran politik yang tidak baik kepada masyarakat. Justru menurutnya, masyarakat senang dengan sikap tegas yang diperlihatkan Prabowo.
"Masyarakat membutuhkan pemimpin yang tegas, yang jelas, yang tidak tipu-tipu, dan tidak munafik," tegasnya.