REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tersangka kasus suap kerja sama pelayaran antara PT Pupuk Indonesia Logistik dan PT Humpuss Trans portasi Kimia, Bowo Sidik Pangarso, mengaku diperintah politikus Partai Golkar Nusron Wahid untuk menyiapkan 400 ribu amplop. Amplop yang berisi sekitar Rp 8 miliar itu bakal digunakan untuk serangan fajar alias membeli suara dalam pemilihan umum pada Rabu, 17 April 2019.
"Ya, Nusron meminta saya untuk menyiapkan 400 ribu amplop untuk menyiapkan itu (serangan fajar)," katanya digedung KPK, Jakarta, Selasa (9/4). Bowo baru saja menjalani pemeriksaan oleh penyidik KPK sejak Selasa pagi.
Bowo tak menjawab detail ketika dikonfirmasi apakah amplop itu untuk kepentingan pemilihan legislatif atau pemilihan presiden. "Yang jelas, partai kami dukung 01," kata Bowo. Sejurus kemudian, anggota Komisi VI DPR dari Fraksi Partai Golkar itu langsung masuk ke dalam mobil tahanan yang kemudian meninggalkan gedung KPK.
Kuasa hukum Bowo, Saut Edward Rajagukguk, mengonfirmasi pernyataan kliennya itu. Ia membocorkan bahwa Bowo telah mengungkapkan informasi tersebut kepada penyidik KPK. "Memang amplopnya mau dibagi ke Jawa Tengah atas perintah pimpinan dia, Pak Nusron Wahid. Pimpinan di pemenangan pemilu, Bappilu Jateng Kalimantan. Ini langsung disampaikan Bowo ke penyidik," katanya.
Saut menjelaskan, ratusan amplop itu direncanakan akan disebarkan di daerah pemilihan Bowo, yaitu di Dapil Jawa Tengah II. Tujuan pembagian amplop supaya Bowo dan Nusron kembali terpilih di parlemen. "Supaya banyak yang memilih mereka berdua karena di dapil yang sama," katanya.
Tak berhenti sampai di situ, Saut mengungkapkan, Nusron ikut menyiapkan 600 ribu amplop. Dengan demikian, bila di kalkulasi dengan milik Bowo, jumlah amplop yang dikumpulkan mencapai 1 juta amplop. "Katanya 600 ribu yang menyiapkan Nusron Wahid. Dia 400 ribu amplopnya. Pak Wahid 600 ribu. Pak Bowo 400 ribu amplop," katanya.
Saut menekankan, amplop tersebut hanya digunakan untuk pemenangan dalam pemilihan legislatif. Ia menyatakan, amplop itu tidak berhubungan dengan salah satu pasangan calon pada pemilihan presiden meski diketahui ada simbol jempol di sana.
"Cap jempol dibuat karena supaya tahu bahwa amplop ini sampai atau ndak nanti. Sebagai tanda sajalah. Mereka punya pengalaman bahwa amplop itu tidak disampaikan kepada yang bersangkutan. Nah, untuk menghindari itu, dibuat tanda cap jempol," katanya.
Nusron Wahid membantah pengakuan Bowo tersebut. Nusron mengaku tidak pernah menginstruksikan untuk menyiapkan 400 ribu amplop guna serangan fajar. "Tidak benar," kata Nusron kepada wartawan melalui pesan singkat Whatsapp, Selasa (9/4). Namun, Nusron enggan menjawab lebih jauh ketika ditanyakan apakah Bowo telah berbohong pada KPK.
Tersangka kasus dugaan suap distribusi pupuk, Bowo Sidik Pangarso bergegas menuju mobil tahanan seusai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Selasa (9/4/2019).
KPK telah menetapkan Bowo bersama dua tersangka lainnya, yakni pihak swasta yang merupakan orang kepercayaan Bowo, Indung, sebagai penerima suap dan Marketing Manager PT HTK Asty Winasti sebagai pemberi suap. Bowo diduga meminta upah (fee) kepada PT HTK atas biaya angkut yang diterima sejumlah 2 dolar AS per metrik ton. Diduga telah terjadi tujuh kali penerimaan di sejumlah tempat sebesar Rp 221 juta dan 85.130 dolar AS.
Operasi tangkap tangan menemukan uang sekitar Rp 8 miliar dalam pecahan Rp 20 ribu dan Rp 50 ribu yang telah dimasukkan dalam 400 ribu amplop. Uang tersebut diduga bakal di gunakan Bowo untuk serangan fajar Pemilu 2019. Ratusan ribu amplop itu diisi dalam waktu satu bulan. (Rizky Suryarandika/Amri Amrullahdian/Dian Fath Risalah ed: Ilham Tirta)