Ahad 07 Apr 2019 19:52 WIB

Pemerintah Diminta Fasilitasi Pekerja Korban PHK di Yogya

Buruh meminta pemerintah fasilitasi korban PHK karena tidak diberikan pesangon

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Puluhan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian  Kerja (PPPK) atau Tenaga Kerja Lepas Kabupaten Bantul mendatangi Kantor Gubernur DIY Yogyakarta, Jum’at sore (12/1). Mereka mau minta bantuan dan perlindungan  Gubernur DIY karena adanya pemutusan hubungan kerja
Foto: Republika/Neni Ridarineni
Puluhan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian  Kerja (PPPK) atau Tenaga Kerja Lepas Kabupaten Bantul mendatangi Kantor Gubernur DIY Yogyakarta, Jum’at sore (12/1). Mereka mau minta bantuan dan perlindungan  Gubernur DIY karena adanya pemutusan hubungan kerja

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Wakil Ketua Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Daerah Istimewa Yogyakarta Kirnadi meminta pemerintah memfasilitasi pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). Alasannya menurut dia karena masalah PHK masih sering terjadi di Yogyakarta.

Bahkan, beberapa diantaranya ada yang tidak diberikan pesangon setelah di PHK. "(Pengaduan banyak) Soal PHK tidak terbayarkan walaupun sudah diputus oleh pengadilan. Itu sampai hari ini cukup banyak," kata dia  yang juga Sekjen Aliansi Buruh Yogyakarta, Kirnadi saat dikonfirmasi, Ahad (6/4)

Baca Juga

Namun, ada beberapa kasus di mana pemerintah tidak memfasilitasi pekerja yang bermasalah di DIY. Aliansi Buruh Yogyakarta (ABY) menyebut masih ada enam laporan di 2018 yang belum terselesaikan terkait masalah ini. 

"Karena ini sudah proses hukum kadang pemerintah lari dari tanggung jawab. Yang kami tuntut, selama di PHK pemerintah harus memfasilitasi agar mereka bisa menyambung hidupnya, karena mereka punya tanggung jawab untuk menghidupi keluarganya," ujarnya. 

Ia menjelaskan, banyak persoalan yang tidak diselesaikan oleh pemerintah. Padahal, laporan yang diterima oleh pihaknya sendiri telah disampaikan ke pemerintah DIY dalam hal ini Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) DIY. 

Permasalahan ini tidak hanya terkait pesangon yang belum dibayarkan setelah PKH saja. Namun, upah yang di bawah Upah Minimum Regional (UMR) dan uang lembur yang tidak dibayar hingga jaminan keselamatan kerja dan jaminan kesehatan pun tidak dibayarkan. 

"Di Bantul problem hak normatif yang juga tidak terselesaikan oleh pemerintah. Di Sleman juga sama, ada yang tiap hari lembur tidak dibayar upah lembur, sebagian ada yang belum ikut Jamsostek, paling banyak itu," ujarnya. 

Ia menjelaskan, dari enam laporan yang belum terselesaikan di 2018 itu merupakan laporan dari pekerja perusahaan yang memiliki karyawan sekitar 600 orang. Sementara, di 2019 pihaknya baru menerima dua laporan.

Seperti diketahui, Kepala Bidang Hubungan Industrial dan Perlindungan Tenaga Kerja Disnakertrans DIY, Ariyanto Wibowo mengatakan, permasalahan terkait ketenagakerjaan masih sering terjadi di DIY. Bahkan, penyelesaian masalah ini terkendala karena aturan kerja yang tidak dicantumkan secara jelas oleh perusahaan. 

"Permasalahan yang sebenarnya bisa diselesaikan kalau masing-masing perusahaan sudah ada peraturan perusahaan. Tapi ada perusahaan yang belum mencantumkan (peraturan) secara jelas," kata Ari. 

Ia menjelaskan, penanganan yang bisa dilakukan oleh Disnakertrans DIY hanya secara normatif dengan melakukan klarifikasi dan mediasi. Yang mana, mempertemukan antara pekerja yang mengajukan aduan dan pihak perusahaan yang bersangkutan. 

Setelah itu, pihaknya akan melakukan pemeriksaan berdasarkan klarifikasi yang didapat baik dari pekerja maupun perusahaan. Tentunya, pemeriksaan juga dilakukan bedasarkan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang telah disepakati di awal penandatanganan kontrak. 

"kita melalui PKB, kalau ini sudah dibuat maka sudah jelas. Karena PKB sudah mencantumkan hak dan kewajiban," ujarnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement