Sabtu 06 Apr 2019 01:22 WIB

Debat Terakhir Jadi Penentu Penguasaan Persoalan Bangsa

Masyarakat atau pemilih diharapkan jeli dan rasional.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Esthi Maharani
Capres No 01 Joko Widodo bersama Capres No 02 Prabowo Subianto dan ketua KPU Arief Budiman saat debat keempat Capres 2019 di Hotel Shangri-La, Jakarta, Sabtu (30/3).
Foto: Republika/Prayogi
Capres No 01 Joko Widodo bersama Capres No 02 Prabowo Subianto dan ketua KPU Arief Budiman saat debat keempat Capres 2019 di Hotel Shangri-La, Jakarta, Sabtu (30/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tahapan debat pilpres akan memasuki akhir pada 13 April mendatang. Tema debat terakhir terkait persoalan ekonomi dan kesejahteraan sosial jadi penentu untuk melihat kemampuan pasangan calon (paslon) presiden dan wakil presiden dalam memberikan solusi ekonomi bagi bangsa ini.

Senator atau Anggota DPD RI Fahira Idris mengatakan debat kelima atau debat final akan digelar dengan tema ekonomi dan kesejahteraan sosial, keuangan, investasi, serta industri. Ia menilai tema pamungkas ini dinilai menjadi jantung persoalan yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini. Oleh kerena itu, saat debat, masyarakat atau pemilih diharapkan jeli dan rasional. Dengan mencermati paslon mana yang mempunyai gagasan besar dan rasional untuk menyelesaikan berbagai persoalan ini.

Fahira berharap, kedua paslon mampu menyugukan perdebatan yang berkualitas, sehingga pemilih tidak hanya memahami konteks persoalan terkait tema tetapi juga mendapat solusi yang rasional dari kedua paslon untuk memperbaiki kondisi ekonomi dan kesejahteraan bangsa ini.

“Tema yang diangkat pada debat final ini dapat dikatakan jantung persoalan yang menghimpit bangsa saat ini. Paslon yang mampu mengurai persoalan ini dengan baik dan sistematis serta mampu menawarkan gagasan besar dan solusi bernas, maka 17 April nanti akan mendapat mandat dari rakyat,” ujar Fahira Idris, dalam keterangannya, Jumat (5/4).

Menurut Fahira, persoalan utama yang terjadi empat tahun belakangan ini adalah ekonomi yang tidak bertumbuh karena hanya mentok di angka 5 persen sekian. Kondisi ini berimbas kepada kesejahteraan sosial yang juga tidak kunjung membaik karena angka 5 persen tidak mungkin mampu menggairahkan aktivitas ekonomi rakyat sehingga kesejahteraan terganggu dan salah dampak terbesarnya adalah kesulitan lapangan pekerjaan.

Sejak 2014 pertumbuhan ekonomi kita kan terus mentok di angka 5 persen sekian. Kalau cuma berkutat di 5 persen kita tidak akan pernah beranjak menjadi negara maju. Angka pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan disertai kemampuan melakukan pemerataan, otomatis meningkatkan kesejahteraan rakyat.

"Makanya pada debat nanti, kita harus cermat melihat paslon mana yang punya strategi besar mendongkrak pertumbuhan ekonomi dalam tempo sesingkat-singkatnya,” ujar Senator Jakarta ini.

Ekonomi yang tidak berkunjung tumbuh, lanjut Fahira, juga berdampak kepada kinerja keuangan, investasi, serta industri yang kondisinya juga tidak mengembirakan. Seretnya aliran investasi menjadi penghambat pertumbuhan ekonomi.

"Industri terutama manafuktur melemah akibatnya ekspor kita terus turun. Kondisi-kondisi seperti ini harus menjadi highlight perdebatan sehingga rakyat mendapat solusi yang konkret,” pungkas Fahira yang kembali mencalonkan diri sebagai Anggota DPD RI Dapil DKI Jakarta ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement