Rabu 03 Apr 2019 08:55 WIB

KPAI: Aturan Klasifikasi Permainan Elektronik Ada Kelemahan

Aturan dinilai masih lemah karena banyak anak-anak kecanduan gim berkonten negatif

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Christiyaningsih
Komisioner KPAI dalam konferensi pers mengenai Upaya perlindungan anak dari gim berkonten negatif di Kantor KPAI Jakarta, Selasa (4/2).
Foto: Republika/Idealisa Masyrafina
Komisioner KPAI dalam konferensi pers mengenai Upaya perlindungan anak dari gim berkonten negatif di Kantor KPAI Jakarta, Selasa (4/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No. 11/2016 tentang Klasifikasi Permainan Interaktif Elektronik dipandang Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) memiliki kelemahan dalam upaya perlindungan anak. Hal ini mengingat banyaknya anak-anak yang kecanduan gim berkonten negatif.

Dalam Permen tersebut telah diatur mengenai klasifikasi gim berdasarkan umur, seperti tiga tahun, tujuh tahun, 13 tahun, hingga 18 tahun beserta konten-konten negatif yang dilarang. Konten negatif yang dilarang seperti kekerasan, pornografi, alkohol, dan perjudian.

Baca Juga

Akan tetapi, salah satu poin yang dinilai lemah oleh KPAI adalah dari segi pengontrolan penyelenggara gim yang harus diklasifikasi. Penyelenggara gim harus melakukan pendaftaran untuk mengajukan klasifikasi Permainan Interaktif Elektronik melalui situs www.igrs.id.

"Kementerian bisa melakukan pengontrolan gim ketika didaftarkan. Bagaimana kalau yang tidak? Itu kelemahannya. Memang (Permen) itu sudah tidak bisa menjawab lagi kebutuhan sekarang, jadinya tidak bisa melindungi anak-anak kita dari serbuan gim berkonten negatif," ujar Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti dalam konferensi pers di Kantor KPAI, Selasa (2/4).

Selain bersifat teknis, regulasi tersebut dinilai KPAI tidak strategis untuk melindungi anak-anak dari gim berkonten negatif. Komisioner KPAI Bidang Data dan Informasi Putu Elvina mencontohkan regulasi tersebut tidak secara langsung menyeleksi gim dengan konten-konten negatif. Karena itu seleksi konten yang ada sekarang lebih ke kesadaran masyarakat yang sifatnya masih sepihak.

"Artinya kalau kita merasa itu berdampak negatif, kita harus lakukan pengaduan. Kalau tidak ada yang mengadu, dianggap tidak ada masalah dengan gim tersebut," ujar Putu.

Menurutnya ini berpengaruh dengan fungsi IGRS (Indonesia Game Rating System). Apabila rating sistem itu berjalan, maka penandaan (flagging) terhadap konten gim negatif itu bisa menjadi media pencegahan. Namun hal ini masih berjalan secara sepihak dan tidak berlaku secara umum dalam melindungi anak-anak Indonesia.

"Kalau kita peduli maka kita bisa flagging gim tersebut sebagai gim yang bernuansa negatif. Kalau tidak peduli nanti gim itu akan pelan-pelan membunuh karakter anak Indonesia. Jadi ratingnya sangat berperan dalam melarang gim tersebut. Tapi kan tidak semua orang tua mengerti soal rating," jelas Putu.

Untuk itu, KPAI menilai regulasi ini harus ditinjau kembali. Bahkan perlu didukung dengan adanya Peraturan Presiden (Perpres) karena kepentingannya terkait dengan lintas kementerian.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement