REPUBLIKA.CO.ID, GARUT -- Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kabupaten Garut siap mengusut dugaan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan polisi dalam Pemilihan Umum (Pemilu) 2019. Berita keterlibatan polisi dalam mengarahkan massa untuk mendukung salah satu calon presiden tertentu di Garut menjadi informasi awal terjadinya dugaan pelanggaran.
"Kami akan meminta keterangan kepada pihak terkait untuk kemudian mendapat titik terang terhadap hal ini. Kita akan melakukan investigasi awal. Insya Allah bawaslu akan menjalankan tugasnya sesuai dengan apa yang diamanatkan UU,'' kata Komisioner Bawaslu Kabupaten Garut, Iim Imron saat dihubungi Republika.co.id, Senin (1/4).
Ia mengatakan Bawaslu Kabupaten Garut akan memanggil pihak-pihak yang diperlukan keterangannya, termasuk kemungkinan akan memanggil juga Kapolres Garut AKBP Budi Satria Wiguna. Namun, ia mengatakan, pemanggilan itu tergantung pada proses pemeriksaan ke depannya.
Imron menambahkan ia tak mau buru-buru menilai dugaan pelanggaran itu termasuk kejadian besar. Menurut dia, dalam Pemilu tak ada yang disebut dengan pelanggaran besar atau kecil, melainkan pelanggaran administratif, kode etik, dan pidana.
Dalam kasus ini, ia menduga, pelanggaran bersifat pidana. Sebab, ada dugaan keterlibatan aktivitas politik dari orang yang seharusnya bersikap netral.
"Yang harusnya netral di antaranya para aparatur sipil negara, hakim, jaksa agung, sampai ke bawah, sampai kemudian di kepolisian dan TNI, kepala desa, dan perangkat desa. Karena oleh UU dikatakan seperti itu. Kalau terbukti, ini masuk dalam pelanggaran pidana," kata dia.
Sebelumnya, Kapolres Garut AKBP Budi Satria Wiguna membantah pernyataan yang menyebut mengarahkan jajarannya untuk mendukung pasangan calon tertentu. Menurut dia, berkumpul dengan para Kapolsek itu sudah menjadi tanggung jawab Polres untuk operasional yang setiap bulan rutin dilaksanakan.
"Itu pun hanya ke arah mapping kerawanan," kata dia, Ahad (31/3) malam.
Ia menyebutkan, Kabupaten Garut memiliki potensi kerawanan yang cukup tinggi dan memiliki 33 Polsek serta 42 kecamatan. Menurut dia, pertemuan itu bertujuan untuk melakukan koordinasi secara berkala demi mencegah terjadinya hal yang tak diinginkan.
Budi juga menegaskan tak ada ancaman pencopotan jabatan terhadap kapolsek Pasirwangi. Menurut dia, mutasi adalah hal yang wajar di jajaran kepolisian. Apalagi, yang bersangkutan sudah hampir dua tahun menjadi Kapolsek Pasirwangi.
Ia menambahkan, wewenang mutasi kapolsek ada pada Polda, bukan Polres. Lagi pula, yang bersangkutan dimutasi dengan tetap mengemban jabatan, yaitu sebagai kepala unit di Direktorat Lalu Lintas Polda Jawa barat.
"Jadi bukan (dimutasi) enggak ada jabatan," tegas dia.