REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengharapkan KPU bisa segera melakukan tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sejumlah aturan dalam UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017. Perludem berharap tindak lanjut dari KPU tidak akan menghambat teknis pelaksanaan pemilu di lapangan.
Titi mengatakan, Perludem mengapresiasi MK yang sudah mau menyidangkan secara cepat permohonan ini. Selain itu, MK juga mengabulkan sebagian besar permohonan tersebut.
Dia melanjutkan, dari lima norma yang mereka ajukan untuk diuji materi, ada tiga norma yang dikabulkan oleh MK. Dua norma kemudian tidak bisa dikabulkan oleh MK.
"Ada sebagian lainnya dari apa yang kami mohonkan itu belum mendapatkan penyelesaian yang sepadan sesuai dengan apa yang kami harapkan," ujar Titi kepada wartawan di gedung MK, Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis (28/3).
Norma pertama yang dikabulkan yakni penggunaan identitas selain KTP-el bagi pemilih yang tidak masuk di DPT untuk tetap bisa menggunakan hak pilihnya. Dengan demikian, MK memperbolehkan pemilih yang tidak masuk dalam DPT dan belum memiliki KTP-el bisa memilih menggunakan surat keterangan (suket) keterangan merekam data kependudukan yang dikeluarkan oleh Dinas Dukcapil.
Titi menegaskan, tindak lanjut dari ketentuan ini sangat berat. "Tanggung jawabnya besar dan menjadi kewajiban yang besar bagi Dukcapil untuk memastikan bahwa 4,2 juta pemilih yang belum melakukan rekam data KTP-el bisa mendapatkan suket sebagai WNI yang akan menggunakan hak pilihnya," ujar Titi.
Kedua, MK memutuskan memperbolehkan masyarakat untuk pindah memilih. Menurut Titi, meski MK mengabulkan sebagian, tetapi hal tersebut sudah merupakan kabar yang menggembirakan bagi masyarakat.
Sebab, Perludem memohon pindah memilih untuk kondisi khusus, yakni bencana alam, sakit, tahanan, atau menjalankan tugas pada hari H pemungutan suara (pilot, wartawan) tetap bisa diurus hingga H-3 pemungutan suara pemilu.
"Oleh mahkamah, itu dikabulkan (mengurus pindah memilih) sampai H-7 untuk kondisi khusus di atas. Jadi, ini ada kabar yang cukup melegakan bagi teman-teman yang bertugas pada hari H (pemungutan suara) untuk kepentingan orang banyak, misalnya pilot, wartawan, dan sebagainya," kata Titi.
Ketiga, MK juga mengabulkan soal penghitungan suara pada hari H pemungutan suara diperpanjang hingga 12 jam berikutnya tanpa jeda. Ia menegaskan ini juga yang memerlukan tindak lanjut dari KPU bagaimana mengatur teknis sehingga dipahami oleh penyelenggara di bawah.
"Agar seluruh pihak, baik penyelenggara pemilu, pemilih, dan peserta pemilu bisa memahami putusan ini dengan baik. Mudah-mudahan ini bisa direspons secara baik oleh KPU dan tidak menjadi hambatan untuk selanjutnya," kata Titi.
Sebelumnya, MK memutuskan mengabulkan sebagian terkait sejumlah pasal dalam UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017. Dalam putusannya, MK memperbolehkan masyarakat kembali mengurus pindah memilih dan menggunakan surat keterangan (suket) jika belum memiliki KTP-el.
Pemohon dari uji materi terdiri atas tujuh pihak, yakni Perludem (pemohon 1), Hadar Nafis Gumay (pemohon 2), Feri Amsari (pemohon 3), Augus Hendy (pemohon 4), A Murogi bin Sabar (pemohon 5), Muhamad Nurul Huda (pemohon 6), dan Sutrisno (pemohon 7). Perkara permohonan uji materi ini teregistrasi dengan nomor 20/PUU-XVII/2019.
Tujuh pemohon ini mengajukan uji materi pasal Pasal 210 ayat (1), Pasal 348 ayat (4), ayat (9), Pasal 350 ayat (2), Pasal 383 ayat (2) UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017. "Dalam pokok permohonan, mengabulkan permohonan pemohon 1 pemohon 4, pemohon 5, pemohon 6, dan pemohon 7 untuk sebagian," ujar Ketua Majelis Hakim MK Anwar Usman saat membacakan putusan di gedung MK, Medan Merdeka Barat, Kamis (28/3).