REPUBLIKA.CO.ID, oleh Muhyiddin, Antara, Ronggo Astungkoro, Umi Sholiha, Rizkyan Adiyudha
Calon wakil presiden nomor urut 01, KH Maruf Amin menegaskan, bahwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengharamkan golput sejak 2009 melalui Ijtima' Ulama di Padang Panjang, Sumatra Barat. Fatwa tersebut juga sudah disosialisasikan pada Pilpres 2014 lalu.
Menurut kiai Ma'ruf, fatwa tersebut dimunculkan lagi oleh pengurus MUI saat ini lantaran ada pihak-pihak yang menginginkan agar masyarakat banyak yang golput di Pilpres 2019 ini. Golput sendiri adalah sikap untuk tidak ikut menentukan pilihan politik dalam pemilu.
"Saya kira itu sudah dari dulu. Saya sudah buatkan itu 2009 di Padang Panjang, supaya jangan membuang suara. Karena fatwa itu dimunculkan lagi karena ada isu kelompok tertentu mencoba mempengaruhi untuk itu (golput)," ujar Kiai Ma'ruf kelada wartawan di Pondok Pesantren Al-Iman Bulus, Purworejo, Jawa Tengah, Selasa (26/3).
Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) ini menjelaskan, alasan MUI memunculkan fatwa itu agar setiap warga negara menggunakan hak pilihnya. Menurut dia, setiap warga negara pasti memiliki pilihan yang terbaik dalam pemilu nanti.
"MUI itu supaya orang mengambil tanggung jawab, supaya bangsa ini jangan ada kemarahan, kejengkelan, ketidakpercayaan, kemudian tidak memberikan partisipasinya dalam membangun bangsa ini. Mereka kan punya akal, punya cara berfikir yang sehat. Kenapa dia tidak memilih pilihan yang terbaik," ucap Mustasyar PBNU ini.
Kiai Ma'ruf berharap, dengan adanya fatwa haram golput tersebut masyarakat akan turut berkontribusi dalam menentukan arah bangsa ke depannya. Menurut dia, fatwa tersebut akan menguntungkan negara yang menggunakan sistem demokrasi ini karena dapat mengubah sikap seseorang yang awalnya tidak ingin memilih akhirnya turut mencoblos pada 17 April mendatang.
"Tentu keuntungan untuk negara bangsa. Artinya ketika golput itu semakin sedikit, itu kepercayaan kepada sistem pemerintahan kita ada," kata Kiai Ma'ruf.
Masa pencoblosan Pilpres 2019 tinggal 22 hari lagi. Untuk memeriahkan proses demokrasi, tim pasangan Jokowi-Maruf akan berusaha memperoleh dukungan dari masyarakat yang belum menentukan pilihannya tersebut.
"Tentu kita ingin mengambil manfaat. Kita siap untuk memperoleh dukungan dari mereka yang awalnya golput sekarang percaya," jelas Kiai Ma'ruf.
Namun, Ketua MUI Bidang Fatwa Prof Huzaimah menegaskan, MUI tidak pernah menerbitkan fatwa golput atau tidak memilih dalam pemilu adalah haram. "Tidak pernah MUI memfatwakan (golput) haram," kata Prof Huzaimah dalam konferensi pers, di Kantor MUI, Jakarta, Selasa (26/3).
Dia membantah pemberitaan di media soal fatwa MUI mengenai golput haram. Ia menjelaskan, bahwa MUI hanya mengimbau agar masyarakat menggunakan hak pilihnya dalam Pemilu 2019.
"Kami hanya mengimbau masyarakat agar menggunakan hak pilihnya untuk memilih pemimpin," katanya.
Selain itu, MUI juga merinci empat syarat yang harus dimiliki calon pemimpin. Keempat syarat yang dmaksud yakni sidiq (jujur), amanah (terpercaya), tabligh (aspiratif dan komunikatif), dan fatonah (cerdas atau memiliki kemampuan).
Selain keempat syarat itu, seorang pemimpin juga harus beriman dan bertakwa. Syarat-syarat itulah, kata dia, yang harus dijadikan kriteria bagi masyarakat dalam memilih seorang pemimpin.
Guna mengantisipasi potensi besarnya angka golput di Pemilu 2019, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto menyebutkan, pihak yang mengajak masyarakat untuk golput dapat dikenakan sanksi hukuman.
Menurutnya, mengajak masyarakat golput merupakan tindakan yang mengacau. "Yang mengajak golput itu yang namanya mengacau, itu kan mengancam hak dan kewajiban orang lain. Ada undang-undang (UU) yang mengancam itu," ujar Wiranto di Grand Paragon Hotel, Jakarta Barat, Rabu (27/3).
Wiranto mengatakan, Indonesia merupakan negara hukum. Jika ada sesuatu yang tidak tertib atau yang membuat kacau, maka akan ada sanksi hukuman bagi pihak-pihak yang membuat ketidaktertiban atau yang membuat kacau itu. Menurut dia, ada banyak UU yang bisa dikenakan terhadap pihak-pihak tersebut.
"Kalau UU Terorisme nggak bisa, UU lain masih bisa, ada UU ITE, UU KUHP bisa. Indonesia kan negara hukum," terangnya.
Selain itu, Wiranto juga mengatakan, saat ini masih ada beberapa ancaman yang patut diwaspadai. Di antaranya, politik uang, terorisme, radikalisme, dan hoaks yang mengajak masyarakat untuk tidak datang ke tempat pemungutan suara (TPS) karena tidak aman.
"Itu yang saya terus-menerus menyampaikan pesan kepada masyarakat, ayolah datang ke TPS, aman, aman. Aparat keamanan akan menjaga itu," terangnya.
Ia menjelaskan, saat ini, aparat keamanan telah siap mengamankan masyarakat untuk datang ke TPS dari kediaman masing-masing. Meski dari pengecekan terakhir terdapat sedikit kekurangan terkait penyelenggaraan pemilu, ia optimistis pada hari pencoblosan kekurangan-kekurangan itu sudah bisa teratasi.
"Hari ini checking terakhir, mereka akan rapat koordinasi, hal yang belum tuntas akan dituntaskan. Artinya, dari sisi keamanan, penyelenggaraan, fasilitator, sudah siap," jelas Wiranto.
Melihat kesiapan itu, ia mengimbau masyarakat untuk tidak menggunakan hak pilihnya atau golput. Menurutnya, jangan sampai hak pilih yang ada setiap lima tahun sekali disia-siakan.
Potensi golput
Survei teranyar Litbang Kompas menunjukkan elektabilitas pasangan jokowi-Maruf Amin menurun 3,4 persen. Pengamat politik mengkhawatirkan suara 3,4 persen yang dulu mendukung Jokowi berpotensi golput.
Salah satu faktor yang mendukung hal tersebut ialah banyak pendukung Jokowi yang kecewa akan keputusan Jokowi memilih Maruf Amin sebagai wakil presiden. "Selama ini Ma'ruf Amin dinilai berseberangan dengan pemerintah, sehingga banyak aktivis-aktivis dari kubu Jokowi seperti HAM, aktivis perempuan, aktivis - aktivis toleransi lainnya, merasa tidak puas akan dipilihnya Ma'ruf Amin menjadi wakil presiden," ujar pengamat politik UIN Syarif Hidayatullah, Adi Prayitno kepada Republika.co.id, Kamis(21/3).
Potensi golput dari pendukungnya sangat diwaspadai oleh pasangan Jokowi-Maruf Amin, sehingga mereka sangat gencar mengkampanyekan kepada rakyat agar tidak golput saat hari pemungutan suara. Kecenderungan golput ini, didukung oleh survei - survei selama ini.
Pendukung Jokowi cenderung belum memberikan suaranya. Ditambah, survei teranyar Litbang Kompas yang menunjukkan elektabilitas pasangan Jokowi-Maruf Amin menurun 3,4 persen.
Dalam survei terbaru Litbang Kompas menunjukkan elektabilitas Jokowi-Maruf Amin menurun sebesar 3,4 persen. Dari elektabilitas sebelumnya sebesar 52,6 persen menjadi 49,2 persen.
Sedangkan, elektabilitas pasangan Prabowo-Sandi meningkat 4,7 persen. Saat ini, Prabowo-Sandi memiliki elektabilitas 37,4 persen, dari sebelumnya 32,7 persen. Selisih elektabilitas antara dua paslon saat ini adalah 11,8 persen.
Peneliti LSI Denny JA Ikrama Masloman mengatakan, golput bisa terjadi karena dua alasan. Pertama, mereka umumnya tidak terinformasi mengenai waktu pelaksanaan pencoblosan. Kedua, mereka tidak datang ke TPS karena alasan apatisme.
Dia mengungkapkan, apatisme muncul karena mereka tidak peduli politik dan tidak merasa bahwa capres yang dipilih berefek langsung ke mereka. Jokowi juga akan merugi jika pemilih emak-emak atau perempuan tidak memberikan hak suara mereka.
Segmen pemilih emak-emak dalam Pemilu 2019 sebesar hamlir 50 persen. Kantong pemilih ini, sejak awal pendaftaran selalu diungguli oleh pasangan Jokowi-Maruf.
Ikrama mengatakan, keunggulannya rata-rata di atas 25 persen. Survei Februari 2019 menunjukkan bahwa saat ini dukungan terhadap Jokowi-Maruf di pemilih emak-emak sebesar 61 persen berbanding 30 persen. Artinya bahwa selisih kedua pasangan capres di segmen ini mencapai 31 persen.
"Masalah golput di pemilih ini karena tidak terinformasi dengan baik soal waktu pencoblosan, masalah administrasi, dan masalah apatisme politik," katanya.
[video] Bimbim: Golput Sudah Usang