Jumat 22 Mar 2019 13:52 WIB

Pengamat: Kasus Romy Perburuk Citra Parpol

Parpol seharusnya berlomba membangun citra positif agar pemilih tidak golput.

Tersangka kasus dugaan suap seleksi pengisian jabatan di Kementerian Agama Romahurmuziy usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (22/3).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Tersangka kasus dugaan suap seleksi pengisian jabatan di Kementerian Agama Romahurmuziy usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (22/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JEMBER -- Pengamat hukum Universitas Jember (Unej) Dr Bayu Dwi Anggono mengatakan kasus yang menjerat Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Romahurmuziy semakin memperburuk citra partai politik (parpol) menjelang pemungutan suara pemilu serentak yang digelar pada 17 April 2019. "Tertangkap Ketua Umum PPP oleh KPK tidak hanya memprihatinkan, tetapi juga semakin mengancam keberlangsungan demokrasi Indonesia utamanya kepercayaan rakyat terhadap parpol dan pemilu," katanya di Jember, Jumat (22/3).

Menurutnya, parpol seharusnya berlomba-lomba membangun citra positif agar pemilih tertarik menggunakan hak pilihnya, mengingat dari berbagai hasil survei sampai saat ini, golongan masyarakat yang belum memutuskan menggunakan hak pilihnya dalam pemilu masih lumayan besar. "Namun nyatanya publik justru kembali disuguhi perilaku tidak terpuji dari ketua umum parpol peserta Pemilu 2019 yang terkena operasi tangkap tangan (OTT) kasus suap jabatan di Kemeterian Agama (Kemenag)," ujar Bayu yang juga Direktur Pusat Pengkajian Pancasila dan Konstitusi (PUSKAPSI) Fakultas Hukum Unej.

Baca Juga

Untuk mencegah apatisme publik kepada penyelenggaraan pemilu sebagai akibat gagal parpol menunjukkan citra positif di masyarakat, lanjut dia, maka KPU beserta pegiat pemilu dan kelompok masyarakat sipil harus tetap membangun optimisme. Optimisme yang perlu dibangun itu adalah bahwa parpol di Indonesia memang masih penuh masalah dan bisa diperbaiki.

Dia mengatakan, tidak menggunakan hak pilih dalam pemilu juga bukanlah solusi yang bijak. Mengingat jika kebanyakan orang-orang baik tidak menggunakan hak pilihnya, maka justru orang-orang miskin integritaslah yang akan memegang kekuasaan.

Ia mengatakan parpol-parpol yang ada saat ini hampir tidak ada yang luput atau bebas dari perilaku koruptif. Bahkan semua turut menyumbang kader yang menghuni penjara karena tindak pidana korupsi. "Untuk itulah, pemilih perlu sangat selektif melihat rekam jejak dan integritas para calon anggota legislatif, agar ke depannya parlemen dan politik Indonesia diisi oleh orang-orang yang benar-benar memiliki integritas," katanya pula.

Dalam kaitan dengan pilpres, Bayu mengatakan tertangkapnya Romahurmuziy yang merupakan ketua umum dari parpol pendukung pasangan calon nomor urut 01, Joko Widodo-Ma'ruf Amin tidak akan signifikan menguntungkan pasangan calon nomor urut 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Atau merugikan pasangan calon nomor 01. "Mengingat dalam pilpres, ukuran pemilih dalam menentukan pilihannya lebih kental pada figur capres-cawapres dibandingkan parpol pendukungnya," ujarnya.

Ia menjelaskan jika dilihat saksama sebelum tertangkap Romahurmuziy, pada barisan parpol pendukung pasangan calon nomor 02 juga memiliki elit politik yang juga tersandung masalah korupsi yang juga ditangani oleh KPK. Sehingga publik sudah mengetahui bahwa parpol baik pendukung Jokowi-Ma'ruf Amin maupun Prabowo-Sandi juga memiliki kader yang tersandung korupsi.

Bayu menilai pasangan calon 01 bisa mendapat keuntungan elektoral jika narasi mereka bahwa Presiden Joko Widodo tidak pandang bulu dalam pemberantasan korupsi yang dibuktikan dengan tidak mengintervensi KPK soal penangkapan ketua umum parpol yang mendukungnya. Sehingga dipercaya oleh mayoritas publik. Kemudian, sebaliknya pasangan calon 02 juga akan mendapat keuntungan elektoral, jika narasi yang mereka bangun bahwa Pemerintahan Jokowi gagal menghadirkan pemerintahan bersih dipercaya mayoritas publik.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement