Senin 18 Mar 2019 15:52 WIB

4 Juta Bayi di Bawah Dua Tahun Alami Stunting

Berat badan anak stunting bisa diperbaiki, tapi tidak dengan perkembangan otaknya.

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Dwi Murdaningsih
Anak-anak yang mengalami stunting cenderung bertubuh kerdil
Foto: BBC
Anak-anak yang mengalami stunting cenderung bertubuh kerdil

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencatat per 2018 sekitar 4 juta anak bawah dua tahun (baduta) Indonesia mengalami kondisi balita bertubuh pendek (stunting). Kondisi ini bisa mengancam bonus demografi yang akan dialami Indonesia dalam beberapa tahun mendatang.

"Prevalensi stunting di Indonesia per 2018 yaitu 30,8 persen. Artinya kalau anak balita di Indonesia saat ini diperkirakan sebanyak 26 juta, sekitar 4 juta baduta Indonesia mengalami stunting," kata Sekretaris Ditjen Kesmas Kemenkes Eni Gustina, di Jakarta, Senin (18/3).

Baca Juga

Padahal, ia menyebut Indonesia akan mengalami bonus demografi dalam beberapa tahun mendatang yaitu banyaknya anak Indonesia berusia muda dibawah 39 tahun. Artinya, dia melanjutkan, semua pasti mengharapkan anak-anak Indonesia yang akan jadi generasi penerus saat ini bisa berkualitas dan cerdas serta punya daya pikir yang hebat dan inovatif dan pada akhirnya bisa bersaing dengan orang-orang secara global.

"Tetapi bagaimana kalau terjadi stunting?karena kan tidak hanya mempengaruhi tinggi dan berat badan melainkan perkembangan otaknya makanya ini jadi ancaman bonus demografi," katanya.

Apalagi, ia menambahkan, perkembangan otak anak stunting tidak bisa diperbaiki. Ia menjelaskan, meskipun anak-anak yang stunting sudah diintervensi dan berat badannya bisa dikatakan kembali normal seperti anak seusianya tetapi tidak dengan otaknya.

"Karena itu tunting harus segera diputus mata rantainya," ujarnya.

Sebelumnya Hasil riset kesehatan dasar 2018 (Riskesdas) yang paling teranyar ini menunjukkan bahwa angka stunting di Indonesia mencapai 30,8 persen. Hal ini diungkapkan Mebteri Kesehatan Nila F Moeloek saat membuka pertemuan InaHEA di Jakarta, Rabu (31/10).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement