Senin 11 Mar 2019 19:17 WIB

Anies Diminta Bangun Infrastruktur Transportasi Sesuai RTRW

Jakarta telah memiliki RTRW dan RDTR hingga 2030.

Rep: Mimi Kartika, Fauziah Mursid/ Red: Andri Saubani
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan usai menghadiri rapat lanjutan percepatan penataan transportasi Jabodetabek di Kantor Wakil Presiden, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta, Senin (11/3).
Foto: Republika/Fauziah Mursid
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan usai menghadiri rapat lanjutan percepatan penataan transportasi Jabodetabek di Kantor Wakil Presiden, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta, Senin (11/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat tata kota dari Universitas Tri Sakti Nirwono Yoga meminta Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan memperhatikan tata kota dalam membangun infrastruktur transportasi. Menurutnya, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta mempunyai acuan tata kota yang sudah disusun.

"Harus sesuai tata ruang, jangan dibalik, jangan pembangunan transportasi yang kemudian tata ruangnya mengikuti transportasi itu kebalik pemahamannya," ujar Nirwono saat dihubungi Republika, Senin (11/3) sore.

Ia menjelaskan, Anies seharusnya mengacu kepada rencana tata ruang wilayah (RTRW) dan rencana detail tata ruang (RDTR) DKI Jakarta hingga 2030. Sehingga, Pemprov DKI dalam pembangunan kotanya termasuk pengembangan transportasi tak boleh keluar dari rencana tersebut.

Nirwono memaparkan, jangan sampai Pemprov DKI merevisi RTRW dan RDTR untuk merealisasikan program atau kebijakan yang baru. Sebab, siapapun gubernur yang akan menjabat harus patuh dan mengikuti RTRW dan RDTR hingga 2030 sesuai Peraturan Daerah (Perda).

Ia mengatakan, RTRW dan RDTR yang sudah ada pasti untuk kepentingan dan dirasakan manfaatnya bagi warga Jakarta. Untuk itu, tugas Pemprov DKI untuk mewujudkan pembangunan Jakarta yang lebih maju berdasarkan acuan yang sudah ada tersebut.

"10 tahun ke depan sebuah arah pengembangan kota Jakarta itu sudah ada dalam RTRW dan RDTR DKI 2030. Kita kembalikan lagi apakah program-program yang menjadi prioritas Pak Gubernur itu sudah sesuai yang tercantum," kata Nirwono.

Selain itu, menurut dia, apabila mengutamakan pembangunan tranportasi tanpa memperhatikan tata kotanya justru akan menimbulkan persoalan baru. Ia mengatakan, hal itu bisa juga berimbas ke pembangunan pemukiman warga ibu kota.

Nirwono mencontohkan, saat ini warga seolah dibiarkan bermukim di pinggiran Jakarta. Sebab, Pemprov menjanjikan transportasi massal yang dapat menjangkau pemukiman ke pusat ibu kota.

Padahal, lanjut Nirwono, Pemprov DKI seharusnya membuat suatu rencana penataan tata ruang tersebut. Di mana dalam suatu wilayah terdapat pemukiman, pasar atau pusat perbelanjaan, hingga perkantoran.

Sehingga, kata dia, masyarakat bisa menjangkau berbagai tempat hanya dengan berjalan kaki atau bersepeda. Menurut Nirwono, hal itulah yang harus dipikirkan Pemprov DKI sekarang bukan hanya pembangunan infrastruktur.

Ia menuturkan, dengan begitu Pemprov DKI juga bisa mengurangi masalah lainnya seperti memperbaiki kualitas udara di Jakarta. Ia menilai, laporan dari Greenpeace yang menyebut Jakarta menjadi kota dengan kualitas udara terburuk di Asia Tenggara menjadi PR yang harus diatasi Pemprov.

Pemprov DKI perlu menyusun konsep pembangunan Jakarta dengan indikator-indikator yang jelas. Nirwono mengatakan, dengan menurunkan kualitas udara tersebut, Pemprov DKI bisa membangun lebih banyak jalur pejalan kaki.

Sehingga warga beralih dengan berjalan kaki yang dapat mengurangi polusi dengan berkurangnya kendaraan di ibu kota. Ia melanjutkan, hal itu juga bisa mengurangi biaya yang disebutkan Anies untuk pembangunan infrastruktur DKI sebesar Rp 571 triliun.

"Membangun lebih banyak trotoar, lebih banyak jalur sepeda, lebih banyak ruang terbuka hijau tetapi ujungnya jelas kalau Jakarta harus turun peringkatnya dalam kualitas udara terburuk itu," jelas Nirwono.

Anies Baswedan mengungkap alasan percepatan pembangunan transportasi umum di Jakarta yang ditarget selesai dalam waktu 10 tahun. Percepatan itu karena rendahnya jumlah masyarakat di Jakarta yang menggunakan transportasi umum di Jakarta yakni hanya 23 persen.

"(Kota modern) mobilitas penduduknya mengandalkan transportasi umum massal, dan kita massalnya sangat sedikit, jangkauan kita ini baru 23 persen yang menggunakan kendaraan umum," ujar Anies usai rapat bersama dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla di Kantor Wapres Jakarta, Senin (11/3).

Menurutnya, jumlah ini menurun dibandingkan 20 tahun lalu, penggunana transportasi umum sebesar 49 persen. Karenanya, percepatan pembangunan infrastruktur, khususnya transportasi diharapkan membuat masyarakat beralih dari transportasi pribadi ke transportasi umum.

"Ini harus diubah, kenapa? Karena selama ini kita tidak melakukan pembangunan infrastruktur secara masif," ujar Anies.

Meski demikian, ia mengakui pembangunan infrastruktur transportasi secara massif akan berdampak munculnya titik-titik baru di Jakarta. Namun, ia memastikan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sudah mengantisipasinya.

"Tentu nantinya ada titik-titiknya, kalau itu nanti akan ada (pengaturan) lalin (lalu lintas)nya," kata mantan Menteri Pendidikan tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement