Senin 11 Mar 2019 10:39 WIB

Bawaslu Periksa Fadli Zon dan Neno Warisman Soal Munajat 212

Keduanya akan dimintai keterangan terkait aksinya kegiatan 'Munajat 212'

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Bayu Hermawan
Logo Bawaslu
Logo Bawaslu

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi DKI Jakarta akan memeriksa Neno Warisman dan Wakil Ketua DPR Fadli Zon, pada Senin (11/3). Keduanya akan dimintai keterangan terkait aksinya pada saat pelaksanaan kegiatan 'Munajat 212'.

"Benar akan meminta klarifikasi dari Pak Fadli Zon dan Ibu Neno Warisman," ujar Puadi ketika dikonfirmasi, Senin.

Baca Juga

Puadi melanjutkan sudah menyampaikan surat panggilan kepada keduanya. Selain Fadli dan Neno, Bawaslu DKI Jakarta juga dijadwalkan memeriksa MUI Provinsi DKI Jakarta.  Menurut Puadi, MUI DKI Jakarta diperiksa pukul 10.00 WIB. Kemudian pukul 14.00 WIB, Bawaslu DKI Jakarta akan memeriksa Fadli Zon.  Terakhir, Bawaslu akan memeriksa Neno Warisman pukul 16.00 WIB.

"Nanti mereka yang datang kemari," ucapnya.

Sebelumnya, Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi DKI Jakarta KH Munahar menegaskan, kegiatan sholawat, dzikir dan doa bersama yang digelar MUI DKI Jakarta bersama pengurus masjid, pimpinan majelis taklim, dan ormas Islam se-DKI Jakarta di Lapangan Monas, pada 21 Februari lalu tidak bermuatan politis. Namun acara ini mendapat protes dari sejumlah pihak.

Salah satunya adalah Juru Bicara TKN Jokowi-Ma’ruf Amin, Ace Hasan Syadzily, yang menilai acara tersebut dicederai dengan nuansa kampanye politik. Padahal, kata Ace, acara tersebut merupakan acara keagamaan yang tujuannya mulia.

"Sungguh mulia acara Munajat 212 tersebut. Namun, ternyata acara itu diciderai dengan nuansa kampanye. Hal itu dibuktikan dengan salam ‘dua jarinya’ Fadli Zon, orasinya Pak Zulkifli Hasan yang tendensius kampanye, Ijtima Ulama untuk pemilihan Presiden serta hadirnya tokoh2 yang mendukung Capres 02," ujar Ace, Jumat.

Menurut Ace, acara doa bersama tentu sangat positif walaupun nuansa politisnya sangat tak bisa dihindarkan karena memakai embel-embel angka itu. Namun, kata Ace, jika doa bersama itu ternyata dipergunakan sebagai momentum untuk menyampaikan pesan-pesan politik, itu berarti sudah keluar dari niat semula.

"Karena itu, dengan melihat nuansa acara itu patut diduga acara itu merupakan bagian dari politisasi agama dan kampanye politik. Apalagi penyelenggara acara tersebut merupakan tokoh-tokoh yang selama ini dikenal pendukung Capres tertentu," jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement