Kamis 07 Mar 2019 07:30 WIB

KPK Dalami Pembelian Mobil Pribadi Bupati HST

Abdul Latif saat ini berstatus tersangka TPPU di KPK.

Bupati Hulu Sungai Tengah (HST) nonaktif Abdul Latif   menjalani sidang tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Senin (6/8).
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Bupati Hulu Sungai Tengah (HST) nonaktif Abdul Latif menjalani sidang tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Senin (6/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami keterangan saksi terkait pembelian kendaraan milik Bupati Hulu Sungai Tengah (HST), Provinsi Kalimantan Selatan nonaktif Abdul Latif (ALA), tersangka kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Untuk mendalaminya, KPK pada Rabu (6/3) memeriksa empat saksi terkait kasus TPPU dengan tersangka Abdul Latif.

"Penyidik mendalami keterangan saksi terkait pembelian dan kepemilikan kendaraan milik tersangka yang berkaitan dengan kasus TPPU," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah, di Jakarta, Rabu (6/3).

Empat saksi itu, yakni Direktur PT Maxindo Moto Nusantara Heriadi Soenarjo, Sales Plaza Toyota/PT Plaza Auto Serasi Cabang Gading Serpong Andri Gunawan, Sales Chrysler Tangerang Yani Ahmad, dan Branch Manager Bestindo Car Utama Fendi Salim. Selain itu, KPK pada Rabu juga memeriksa satu saksi lainnya untuk tersangka Abdul Latif, yaitu pegawai Bank Kalimantan Selatan Gessy Mayriris.

"Penyidik juga mendatangkan saksi dari pihak bank untuk menjelaskan transaksi dalam rekening koran milik tersangka," ujar Febri.

Abdul Latif merupakan tersangka penerima gratifikasi dan TPPU. Abdul Latif sebagai pegawai negeri atau penyelenggara negara menerima gratifikasi yang dianggap karena berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya sebagai Bupati Hulu Sungai Tengah.

Abdul Latif menerima dari sejumlah pihak dalam bentuk fee proyek-proyek dalam APBD Pemkab Hulu Sungai Tengah selama kurun masa jabatannya sebagai Bupati. Abdul Latif diduga menerima fee dari proyek-proyek di sejumlah Dinas dengan kisaran 7,5 sampai 10 persen setiap proyeknya. Total dugaan gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau tugas yang diterima Abdul Latif setidak-tidaknya Rp 23 miliar.

Terkait dugaan penerimaan gratifikasi tersebut, Abdul Latif disangkakan melanggar pasal 12 B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Selama menjabat sebagai Bupati Abdul Latif diduga telah membelanjakan penerimaan gratifikasi tersebut menjadi mobil, sepeda motor, dan aset lainnya baik yang diatasnamakan dirinya dan keluarga atau pihak lainnya.

Dalam proses pengembangan perkara ini, KPK menemukan dugaan tindak pidana pencucian uang yang diduga dilakukan oleh Abdul Latif selama periode jabatannya sebagai Bupati Hulu Sungai Tengah. Terkait dugaan TPPU tersebut, Abdul Latif disangkakan melanggar pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Sebelumnya, Abdul Latif telah dinyatakan bersalah dalam perkara suap terkait pengadaan pekerjaan pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Damanhuri Barabai Kabupaten Hulu Sungai Tengah Tahun Anggaran 2017.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement