Selasa 05 Mar 2019 02:31 WIB

BPN Nilai Jokowi tidak Konsisten Soal Anggaran Pendidikan

Anggaran pendidikan pada 2015 turun 5 persen.

Rep: Ali Mansur/ Red: Dwi Murdaningsih
Berdasarkan undang-undang Nomor 15 tahun 2013, anggaran pendidikan mendapatkan persentase sebesar 20 persen dari total belanja negara
Foto: ANTARA FOTO/R. Rekotomo
Berdasarkan undang-undang Nomor 15 tahun 2013, anggaran pendidikan mendapatkan persentase sebesar 20 persen dari total belanja negara

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno menilai pemerintahan Joko Widodo tidak konsisten dalam mewujudkan anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Besaran anggaran pendidikan tersebut merupakan amanat Undang Undang Dasar 1945.

Kritik itu disampaikan oleh Politikus Partai Gerindra Nizar Zahro mengatakan, inkonsistensi yang dilakukan pemerintahan Jokowi salah satunya terjadi pada tahun 2015 dimana anggaran pendidikan di tahun tersebut turun 5 persen. Seharusnya, kata Nizar, anggaran pendidikan 20 persen dari APBN. 

 

"Tapi sebetulnya kalau ingin mengkritik, di lima tahun pemerintahan Jokowi, anggaran pendidikan menurun, yang terparah tahun 2015 turun 5 persen," jelas Nizar dalam diskusi di media center Prabowo-Sandiaga, Jakarta Selatan, Senin (4/3).

 

Nizar juga menilai, inkonsistensi pemerintahan Jokowi dalam mewujudkan anggaran pendidikan sesuai UUD 1945 berimbas pada menurunnya kualitas pendidikan di Tanah Air. Karena kualitas pendidikan buruk, maka SDM yang dihasilkan juga buruk. Menurut data BPS, 11 persen pengangguran terbuka disumbang oleh lulusan SMK. 

 

"Dulu janji kampanyenya akan membuka 11 juta lapangan kerja, tapi belum terwujud," kritik Nizar.

 

Dalam kesempatan itu, Nizar juga menyebut program bagi-bagi kartu pintar sebagai bentuk inkonsistensi Jokowi dalam menerapkan anggaran pendidikan 20 persen dari APBN. Nizar megatakan, konstitusi telah mewajibkan pemerintah untuk memenuhi hak pendidikan rakyat tanpa harus bagi-bagi kartu.

"Lagian sampai saat ini kita tidak ada data pendidikan yang konprehensif, yang menerangkan berapa perpustakan yang rusak dan harus diperbaiki, berapa jumlah murid yang wajib mendapatkan KIP (Kartu Indonesia Pintar)," kartu Nizar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement