REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Salah satu program unggulan calon pasangan nomor urut 01, Joko Widodo-KH Ma'ruf Amin, yaitu program pendidikan vokasi mendapat kritikan dari lawan politiknya. Disebutnya program pendidikan vokasi tidak efektif dalam memangkas jumlah pengangguran di Indonesia. Kritik ini disampaikan oleh juru bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga Uno, Ledia Hanifa.
Menurut Ledia, justru aih-alih mencetak tenaga kerja ahli dan sesuai permintaan dunia industri, lulusan pendidikan vokasi justru masih menjadi penyumbang angka pengangguran tertinggi. Di periode ini pemerintah mensosialisasikan pendidikan vokasi, baik di SMA dengan SMK atau di perguruan tinggi dengan bidang vokasinya.
"Kita melihat bahwa yang katanya dahsyat itu, sebetulnya berapa persen yang terserap langsung di pekerjaan? Pada kenyataannya 11 persen dari pengangguran itu adalah lulusan SMK," kritik Ledia dalam diskusi di Media Center Prabowo-Sandiaga, Senin (4/3).
Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu menegaskan tingginya angka pengangguran lulusan SMK menjadi indikator bahwa tidak ada kesinambungan antara sekolah dan dunia kerja. Hal itu terjadi lantaran pemerintah gagal menghadirkan guru-guru produktif yang memberikan pendidikan sesuai dengan kebutuhan dunia kerja.
"Secara pendidikan memang kita masih sangat rendah, dan sejumlah persoalan di SMK karena tidak tersedianya cukup guru-guru produktif yang memberikan arahan dan pendidikan agar dia langsung diterima di dunia kerja," kata dia.
Ledia menambahkan, rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia bisa menjadi ancaman di masa datang. Saat negara-negara lain menghadapi bonus demografi degan memberikan pendidikan berkualitas kepada warganya, pemerintah justru absen dari dunia pendidikan. Menurutnya angkatan kerja Indonesia hanya akan menjadi pegawai-pegawai non-formal.
"Dan kalau kita bicara tentang bonus demografi, kita malah justru dikhawatirkan mendapatkan bencana demogradfi karena kualitas pendidikan yang masih sangat minim," tutup Ledia.