REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Gubernur Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil menyampaikan sedang mengkaji peraturan terkait pembatasan sampai pelarangan penggunaan kantong plastik di Jabar. Seperti diberitakan sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan RI, Susi Pudjiastuti meminta Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jabar membuat regulasi khusus mengenai plastik tersebut, saat kunjungannya ke Bandung, belum lama ini.
Menurut Ridwan Kamil, salah satu yang sedang disiapkan adalah membuat surat edaran. Agar aturan terkait plastik dapat diimplementasikan oleh masyarakat Jabar.
"Sedang dikaji dulu, di mana-mana urusan begitu harus ada kajian," ujar Ridwan Kamil, yang akrab disapa Emil, Ahad (3/2).
Menurut Emil, peraturan terkait kantong plastik ini tak melulu harus turun dari tingkat Pemprov lewat Peraturan Gubernur (Pergub). Regulasi pun dapat dikeluarkan oleh kabupaten kota melalui wali kota dan bupati. Hal tersebut seperti yang telah dilakukan oleh Kota Bogor.
"Tanpa Pergub pun sebenarnya bisa, saya bikin edaran sedang disiapkan supaya kota kabupaten lain mencontoh Kota Bogor," katanya.
Perlu diketahui, Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor telah memberlakukan larangan penggunaan kantong plastik mulai 1 Desember 2018. Larangan ini berlaku di pusat perbelanjaan modern, seperti pasar swalayan, mal, dan minimarket. Sebagai landasan hukum, Pemkot Bogor telah mengeluarkan Peraturan Wali Kota (Perwali) Nomor 61 tahun 2018 tentang Pengurangan Penggunaan Kantong Plastik.
"Kota Bogor kan keluar di level tingkat 2 bentuknya Peraturan Walikota, di copy aja apa yang dilakukan oleh Kang Bima (Arya) ini di 27 daerah itu Sedangkan kami siapkan. Jadi tidak harus selalu (Pergub)," papar Emil.
Emil mengatakan, Pemprov Jabar butuh mengkaji lebih lanjut terkait peraturan tersebut. Agar saat diparktikan di masyarakat dapat diberlakukan secara optimal. "Ya dalam (upaya) kami butuh kajian dulu di level provinsi ke dimensi lintas wilayah," katanya.
Sebelumnya, pernyataan Menteri Kelautan dan Perikanan RI, Susi Pudjiastuti, yang meminta Gubernur Jabar membuat peraturan daerah atau perda mengenai pembatasan sampai pelarangan penggunaan kantong plastik atau keresek, disambut baik oleh Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Jawa Barat. Menurut Direktur Eksekutif WALHI Jawa Barat, Dadan Ramdan, Walhi Jabar sangat mendukung pernyataan tersebut karena limbah atau sampah plastik jumlahnya semakin memperihatinkan bahkan tak hanya mencemari darat saja. Lautan pun, ikut tercemar.
"Ya kami mendukung pembuatan Perd itu. Walhi Jabar ikut mendesak Gubernur Jabar segera buat Perda pembatasan plastik," ujar Dadan kepada wartawan, Rabu (27/2).
Dadan menilai, Pemprov Jabar dan pemerintah kabupaten/kota masih belum memperlihatkan adanya komitmen serius dan strategis terhadap pengelolaan sampah. Padahal, undang-undang tentang Pengelolaan Sampah sudah lama ada. Yakni, Undang Undang No 18 tahun 2008.
Padahal, kata dia, komitmen pemerintah yang disampaikan dalam Kebijakan dan Strategi Nasional (Jakstranas) dalam pengelolaan sampah mengamanatkan adanya pengurangan sampah sebesar 30 persen dan penanganan sampah sebesar 70 persen pada 2025. Kebijakan nasional ini, harusnya diturunkan dan dijalankan di level daerah.
"Termasuk kebijakan mengurangi plastik.
Harusnya, Pemprov Jabar dan kabupaten/kota punya rencana kebijakan sampah termasuk pengurangan plastik," katanya.
Namun, kata dia, kondisinya selama 12 tahun Undang-undang soal sampah itu ada, belum ada political will dari Pemprov Jabar maupun dan pemkab/pemkot di Jabar.
"Memang Kota Bandung sudah punya Perda soal sampah plastik. Tapi kan di Jabar tak merata dari 27 kabupaten/kota baru Kota Bandung saja," katanya.
Dadan berharap, kalau Pemprov Jabar membuat Perda soal pengurangan plastik, maka bisa mendorong semua kabupaten/kota di Jabar membuat Perda serupa.
"Ya kan level provinsi saja sudah punya (Perda), masa kabupaten/kotanya nggak," katanya.
Menurut Dadan, istilah Perdanya sendiri, bisa menggunakan kata Perda pengurangan plastik. Jadi, memang penggunaan kantong plastiknya yang dikurangi. "Memang agak sulit kalau istilahnya pelarangan. Ya gradual saja minimal sungai bisa agak terbebas dari plastik," katanya.
Selain itu, kata Dadan, sebanyak mungkin produk dan kemasan sekali pakai, yang ujung-ujungnya sulit didaur ulang, perlu dilarang. Jadi, harus diganti dengan produk dan kemasan yang dirancang untuk digunakan ulang (durable dan reusable).
"Plastik berbasis fossil fuel diganti dengan bahan non-fossil fuel yang bisa diguna ulang, mudah didaur ulang, atau langsung dikomposkan ,” katanya.
Produsen pun, kata dia, harus bertanggung jawab dalam penanganan sampah yang dihasilkan. Yakni, diwujudkan dalam bentuk internalisasi biaya penanganan sampah kepada biaya produksi, bukan dalam bentuk Extended Stakeholders Responsibility (ESR).