Rabu 27 Feb 2019 15:24 WIB

Kemenaker Dorong Kesetaraan Perlakuan di Tempat Kerja

Perempuan masih sering menjadi korban diskriminasi di tempat kerja.

Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Kemenaker Haiyani Rumondang.
Foto: kemenaker
Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Kemenaker Haiyani Rumondang.

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) menyelenggarakan Forum Dialog Ketenagakerjaan Internasional Bidang Hubungan Industrial di Semarang,  Senin-Rabu (25-27 Februari). Forum bertajuk 'Future of Work and Equal Employment Opportunity (EEO)' tersebut membahas perkembangan ekonomi di era revolusi industri 4.0 dan kesetaraan perlakuan  terhadap perempuan di tempat kerja.

Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Kemenaker Haiyani Rumondang mengatakan forum dialog ini bertujuan untuk mendapatkan masukan dan menyamakan persepsi mengenai perkembangan ekonomi digital dan penerapan kesetaraan perlakuan di tempat kerja.

Baca Juga

Terkait kesenjangan dan diskriminasi terhadap perempuan di tempat kerja, Haiyani menyebut hal ini disebabkan oleh stigma perempuan adalah sumber penghasilan kedua di masyarakat.

"Kesenjangan dan diskriminasi tersebut mengakibatkan terhambatnya potensi pembangunan negara, ekonomi, dan perusahaan. Padahal kontribusi perempuan memberikan manfaat yang besar bagi  ekonomi, keluarga, dan masyarakat," kata Haiyani.

photo
Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) menyelenggarakan Forum Dialog Ketenagakerjaan Internasional Bidang Hubungan Industrial.

Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah telah membentuk Gugus Tugas Kesempatan dan Perlakuan yang Sama dalam Pekerjaan dan menyusun panduan mengenai kesempatan dan perlakuan yang sama dalam pekerjaan di Indonesia.

"Kemenaker juga telah menandatangani Nota Kesepahaman Bersama dan Perjanjian Kerja Sama tentang Optimalisasi Penerapan Kesempatan dan Perlakuan yang Sama Tanpa Diskriminasi Dalam Pekerjaan dengan kementerian terkait," ucap Haiyani.

Haiyani menjelaskan, revolusi industri 4.0 telah menghilangkan pekerjaan lama dan melahirkan sejumlah pekerjaan baru berbasis teknologi informasi. Pekerjaan baru memiliki karakter skil yang berbeda dari pekerjaan lama.

"Pekerjaan baru berarti skil baru. Untuk mengantisipasi kebutuhan akan skil baru, pemerintah telah menyiapkan sejumlah program. Salah satunya pelatihan kerja berbasis kompetensi yang kurikulumnya sudah disesuaikan dengan kebutuhan industri kekinian," ujar Haiyani.

Haiyani mengatakan, revolusi industri 4.0 juga mengubah relasi industri atau hubungan industrial. Dari semula bentuknya terikat menjadi kemitraan. "Sebagai contoh hubungan kerja kemitraan adalah di industri transportasi online. Mereka tidak memiliki keterikatan dengan perusahaan dan waktu kerjanya juga fleksibel," ujar Haiyani.

Haiyani menambahkan, International Labour Organization (ILO) sedang menyusun instrumen standar ketenagakerjaan internasional berupa konvensi yang dilengkapi rekomendasi tentang penghapusan kekerasan dan pelecehan di tempat kerja.

"Penyusunan rancangan konvensi dan rekomendasi dilaksanakan dalam proses double discussion. Pembahasan pertama dilaksanakan pada pertemuan 107th International Labour Conference (ILC ke 107) 2018 dan pembahasan kedua akan dilaksanakan pada pertemuan ILC ke 108 pada bulan Juni 2019," kata Haiyani.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement