REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Viryan Aziz menilai KPU bukanlah pihak yang bisa memilih opsi mana yang lebih baik digunakan untuk bisa menyelesaikan persoalan daftar pemilih tetap tambahan (DPTb) yang terancam tidak bisa mencoblos. Ia mengatakan semua opsi sama baiknya bagi KPU, hanya saja ada cara yang bisa dilakukan oleh para daftar pemilih tetap tambahan (DPTb) sebagai pihak memiliki legal standing paling tepat, yaitu dengan jalur uji materi (Judicial Review).
"Dari 200 ribuan pemilih itu sangat mungkin ada yang juga kemudian merasakan "hak saya akan hilang", maka melakukan Judicial Review, dan kita kan tidak tahu siapa diantara mereka," kata Viryan saat dihubungi Republika.co.id, Ahad (24/2).
Apalagi, lanjutnya, Mahkamah Konstitusi punya pengalaman menyelesaikan permasalahn yang berkaitan hak pilih warga negara. Bahkan di tahun 2009, Viryan mengutip perkataan jubir MK, pada pemilu 2009 persoalan tersebut bisa selesai dalam tempo dua hari.
"Maka sangat mungkin hal itu juga terjadi kembali," tuturnya.
Oleh karena itu, VIryan mengatakan kini ada tiga hal yang dihadapi KPU, pertama adanya potensi pemilih tidak mendapatkan surat suara. Kedua, terkait dengan pembentukan TPS. Kemudian ketiga adalah ada pemilih yang mau melakukan kegiatan pindah pemilih, namun belum terdaftar sebagai pemilih.
"Jadi ada tiga poin terkait melindungi hak pilih dalam konteks ini pemilih yang melakukan kegiatan pindah memilih," ucapnya.
Viryan mengungkapkan bahwa dirinya mendengar sudah ada kelompok masyarakat yang mau melakukan JR. Kelompok tersebut diketahui berasal dari orang-orang yang termasuk DPTb.
"Tapi kita menyampaikan poin-poinnya ya itu," ujarnya.