Sabtu 23 Feb 2019 00:07 WIB

Warga Solo Diajak Waspadai Pemilu

Hal yang patut diwaspadai tersebut antara lain meliputi politisasi isu SARA

Rep: Binti Sholikah/ Red: Esthi Maharani
Gedung kantor pusat Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo.
Foto: Republika/Binti sholikah
Gedung kantor pusat Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo.

REPUBLIKA.CO.ID, SOLO - Masyarakat di Solo Raya diajak untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap hal-hal yang berpotensi mengganggu keamanan serta membahayakan pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) pada April 2019. Masyarakat juga diimbau untuk menolak jika lingkungannya digunakan untuk proyek maupun kegiatan yang bersifat mengancam nasionalisme, persatuan serta toleransi.

Hal tersebut terkemuka dalam acara Focus Group Discussion (FGD) bertajuk "Solo Damai Menyambut Pemilu" yang digelar di Aula Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Jumat (22/2).

Staf ahli Menkopolhukam, Sri Yunanto, mengatakan, hal yang patut diwaspadai tersebut antara lain meliputi politisasi isu suku, agama, ras dan antargolongan (SARA) yang mengarah pada perpecahan. Selain itu, penyebaran isu hoaks yang menebar ketakutan serta berkembangnya paham intoleransi dan radikalisme.

"Kewaspadan ini perlu karena secara embrio sudah banyak kejadian yang mengarahkan pada aksi aksi teror yang menebar ketakutan pada masyarakat dan mengarah pada upaya menggagalkan pemilu," terang Sri Yunanto di acara tersebut.

Menurutnya, partisipasi seluruh lapisan masyarakat diperlukan untuk melaksanakan pemilu yang damai dan tanpa hal yang melampaui batas. Di samping itu, masyarakat bisa melakukan antisipasi untuk menangkal hal-hal yang patut diwaspadai tersebut. Di antaranya, masyarakat diminta melakukan ricek atau tabayun terhadap berbagai informasi yang diterima untuk mengantisipasi penyebaran isu-isu berbau SARA yang mengarah pada perpecahan.

Masyarakat juga diimbau agar tidak takut dengan modus baru terorisme yang berkembang akhir-akhir ini berupa pembakaran mobil. Untuk mengantisipasi hal tersebut, masyarakat disarankam menggiatkan kegiatan ronda dan melakukan komunikasi intensif dengan sesama masyarakat maupun aparat.

"Jangan takut karena tujuan mereka melakukan teror bukan pada kriminalnya, tetapi untuk menebarkan ketakutan. Waspada harus tapi tidak boleh takut," tegasnya.

Sementara itu, Kepala Pusat Studi Pengamalan Pancasila UNS Hermanu Joebagiyo menerangkan, dalam memilih kandidat pejabat publik, perlu dipilih calon yang memiliki kompetensi. Ada dua kriteria yang bisa dijadikan acuan masyarakat.

Pertama, pejabat publik berkewajiban untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan rakyat. Kedua, pejabat tersebut harus menjadi pribadi yang mengasihi warga masyarakat, dan selalu memberikan pesan-pesan kedamaian.

"Dengan dua kriteria di atas, para pemilih bisa menggunakan rasionalitas mereka dalam memilih para calon pejabat publik. Kecerdasan dan rasionalitas dalam memilih tidak ada hubungan sama sekali dengan orientasi-orientasi keagamaan, ras dan suku," paparnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement