Jumat 22 Feb 2019 22:13 WIB

Buku Kebijakan Gus Dur Tangani Papua dan Aceh Dibedah

Kegiatan ini merupakan rangkain Haul ke-9 Gus Dur di Solo, Jawa Tengah.

Rep: Binti Sholikah / Red: Nashih Nashrullah
Bedah Buku berjudul Gusdur, Islam Nusantara dan Kewarganegaraan Bineka di Pondok Pesantren Al Muayyad, Solo, Jumat (22/2).
Foto: Republika/ Binti Sholikhah
Bedah Buku berjudul Gusdur, Islam Nusantara dan Kewarganegaraan Bineka di Pondok Pesantren Al Muayyad, Solo, Jumat (22/2).

REPUBLIKA.CO.ID, SOLO - Acara Haul ke-9 Presiden ke-4 RI, KH Abdurrahman Wahid atau Gusdur di Solo dimeriahkan dengan kegiatan Bedah Buku berjudul Gusdur, Islam Nusantara dan Kewarganegaraan Bineka di Pondok Pesantren Al Muayyad, Solo, Jumat (22/2). 

Bedah buku menghadirkan narasumber penulis buku tersebut Ahmad Suaedy, putri bungsu Gusdur Inayah Wahid dan pengasuh Pondok Pesantren Al Muayyad Windan KH Dian Nafi. 

Baca Juga

Bab yang dibahas dalam bedah buku tersebut khususnya mengenai kebijakan Gusdur terhadap Aceh dan Papua saat menjabat sebagai Presiden. Bedah buku dihadiri oleh para santri putra dan putri dari Pondok Pesantren Al Muayyad. 

Ahmad Suaedy menjelaskan, dalam buku tersebut Gusdur memberikan contoh yang patut dipelajari dan ditiru dalam hal berkewarganegaraan dan bernegara. Terutama saat menangani berbagai persoalan negara ketika Gusdur menjabat sebagai Presiden RI, yakni ketika awal reformasi. 

Ahmad enjelaskan, Gusdur menangani persoalan negara dengan baik, seperti dalam penyelesaian masalah Aceh dan Papua yang juga ingin merdeka pascalepasnya Timor Leste dari Indonesia. Gusdur membuat terobosan, warga negara dihormati bukan hanya dari individunya, tapi juga dari latar belakang budaya. 

“Gusdur punya pandangan bahwa semua warga negara punya kedudukan setara," terangnya di acara tersebut. 

Ahmad Suaedy menambahkan, masalah kewarganegaraan masih menjadi perdebatan di negara barat maupun di Islam. Di negara Barat, terjadi perdebatan antara individualistik dan sosialistik. 

Di Islam juga masih menjadi perdebatan, apakah orang Islam dipandang superior atau tidak. Padahal di Islam dianggap orang Islam itu dilebihkan dari yang lain. 

"Sejarah Islam, dulu Islam jauh lebih toleran dibandingkan Kristen. Makanya kita tidak harus meminjam teori dari Barat. Kita tinggal melihat literatur sebelum penjajahan. Misalnya di masa Turki Usmani," imbuhnya. 

Sementara itu, Inayah Wahid, menyatakan, buku yang merupakan desertasi Ahmad Suaedy tersebut merupakan hasil dari penelitian mengenai kebijakan Gusdur terkait Papua dan Aceh. Buku tersebut ditulis berdasarkan perjumpaan Ahmad Suaedy dengan Gusdur. 

 

"Pak Suaedy dan saya sependapat, ini warisan Gusdur yang amat sangat penting untuk diketahui khalayak luas, terutama generasi sekarang. Ini di bukunya terkait Gusdur mengambil kebijakan di Papua dan Aceh," jelas Inayah. 

Inayah menambahkan, saat Gusdur menjabat sebagai Presiden RI, kondisinya peralihan rezim lama dan menjadi Indonesia baru atau reformasi. Banyak daerah yang minta merdeka pascalepasnya Timor Leste. 

"Ini isinya bagaimana pendekatan Gusdur yang amat berbeda dengan pendekatan sekarang atau pascaGusdur dan sebelumnya. Pendekatan kemanusiaan, yang penuh peka dan tanpa kekerasan. Menurut kami , ini perlu dipelajari dan dijadikan inspirasi," imbuhnya.

 

  

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement