REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner Bidang Pendidikan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Retno Listiarty akan turun ke Solo untuk menindaklanjuti informasi mengenai adanya anak-anak yang dilarang bersekolah karena mengidap HIV. KPAI akan berkoordinasi dengan dinas pendidikan di daerah agar anak-anak itu bisa kembali bersekolah dan mendapat hak atas pendidikannya.
"Kami akan melakukan pengawasan kami akan ke Kota Solo. Karena sampai hari ini anak ini belum sekolah," kata Retno di Jakarta, Jumat (15/2).
Berdasarkan informasi awal yang diterima pihaknya, banyak orang tua murid yang menolak anak tersebut karena khawatir anak mereka akan tertular HIV jika satu sekolah dengan anak tersebut. Menurut Retno, masih ada anggapan HIV dapat tertular lewat luka yang disebabkan oleh jatuh atau kecelakaan.
"Ternyata para orang tua itu berfikir, kalau anak pengidap HIV itu main, terus jatuh, terus berdarah dan ditolong anak lain, maka anak lain bisa tertular HIV akibat terkena darah anak itu," ujarnya.
Padahal, menurut Retno, penularan HIV tidak semudah itu. Lagi pula, kata Retno belum tentu juga anak itu akan mengalami jatuh hingga luka di sekolah. "Sebenarnya hal itu juga bisa kita atasi, dengan menyuruh pengasuhnya yang menangani. Bukan anak-anak mereka atau orangtua yang komplain. Ini masalah teknis yang masih bisa kita atur," jelasnya.
Retno pun meminta pemerintah untuk lebih giat mensosialisasikan penularan HIV lewat iklan layanan masyarakat agar masyarakat paham dan tak terjadi diskriminasi. "Dulu ada iklan layanan masyarakat seperti itu, misalnya anak main bola dan jatuh berdarah tapi ada penangannya. Kenapa HIV tidak dilakukan hal yang sama," ucap dia.
Sebelumnya, 14 anak pengidap HIV yang tinggal di Yayasan Lentera ditolak untuk bersekolah di SDN Purwotomo seiring dengan penolakan yang dilakukan oleh orang tua siswa lain. Sebagaimana diketahui, sebelumnya anak-anak tersebut bersekolah di SDN Bumi, namun "pascaregrouping" sejumlah sekolah, 14 anak ini dipindahkan ke SDN Purwotomo.