Jumat 15 Feb 2019 21:04 WIB

Romi Ragukan Survei yang Sebut Selisih Elektabilitas Menipis

Survei Indomatrik menyebutkan selisih elektabilitas dua paslon tinggal 3,93 persen.

Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Romahurmuziy alias Romy di Hotel Pelangi, Kota Malang, Senin (17/12).
Foto: Republika/Wilda Fizriyani
Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Romahurmuziy alias Romy di Hotel Pelangi, Kota Malang, Senin (17/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) M. Romahurmuziy meragukan hasil survei Indomatrik yang menyebut elektabilitas pasangan calon (paslon) Joko Widodo-Ma'ruf Amin dan Prabowo-Sandiaga Uno menipis. Saat ini, selisih elektabilitas dua paslon tinggal 3,93 persen.

"Saya kok ragu, mereka ini survei lapangan atau imajinasi mereka," kata Romahurmuziy ketika dihubungi di Jakarta, Jumat (15/2).

Romi, sapaan akrab Romahurmuziy, juga mengaku baru mendengar nama lembaga survei Indomatrik.

"Saya baru dengar nama Indomatrik. Manipulasi datanya keterlaluan. Saya terus keliling Nusantara, faktanya klaim mereka enggak berdasar," ujarnya.

Menurut Romi, bisa jadi hasil survei itu untuk menyenangkan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden RI Prabowo-Sandiaga. "Mungkin untuk nyenengin mereka sendiri aja. Mungkin maunya juga untuk propaganda. Akan tetapi, karena angkanya kebesaran, jadi blunder," katanya.

Berbeda dengan hasil survei lembaga survei lainnya yang menunjukkan elektabilitas Jokowi-Ma'ruf yang di atas 50 persen dan Prabowo-Sandi di kisaran 30-an persen, survei Indomatrik yang diumumkan di Jakarta, Jumat, menyebut elektabilitas Jokowi-Ma'ruf 47,97 persen dan Prabowo-Sandi 44,04. Direktur Riset Lembaga Survei Indomatrik Syahruddin Y.S. dalam rilis survei di Jakarta, Jumat, mengatakan, responden yang belum menentukan (swing voter) tetapi akan berpartisipasi dalam pilpres sekitar 7,99 persen.

Survei Indomatrik ini dilakukan pada 21 sampai 26 Januari 2019 dan dilaksanakan secara proporsional di 34 provinsi. Responden merupakan para pemilih yang telah berusia 17 tahun atau sudah menikah dan terdaftar di KPU sebagai pemilih yang memiliki hak pilih dalam Pilpres 2019.

Syahruddin menyebutkan, jumlah sampel responden sebanyak 1.800 orang. Penentuan responden dilakukan secara random sistematis dengan margin of error 2,8 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.

Syahruddin mengatakan, bahwa elektabilitas Prabowo-Sandi yang bertengger di angka 44,04 persen ini disebabkan oleh beberapa asumsi responden. Di antaranya alasan menginginkan perubahan, mampu memperbaiki ekonomi, mampu membawa Indonesia lebih baik, dan figur Prabowo-Sandi yang dipandang berkarakter tegas dan berwibawa.

Sementara itu, figur Jokowi-Maruf yang memperoleh elektabilitas sebesar 47,97 persen karena dianggap kerjanya terlihat, memberikan bantuan berupa materi terhadap warga, merakyat, dan berpengalaman. Menurut Syahruddin, selisih elektabilitas antara keduanya di angka 3,93 persen ini karena dampak penilaian masyarakat terhadap rendahnya kinerja Jokowi yang tidak sesuai dengan janji kampanye pada Pilpres 2014.

Keunggulan elektabilitas di bawah 10 persen bagi pejawat, menurut Syahruddin, sangatlah riskan. "Waktu yang masih tersisa dua bulan ke depan menjadi peluang dan kesempatan emas pasangan Prabowo-Sandi dalam mengejar ketertinggalan," katanya.

Menurut dia, hasil survei yang sangat ketat ini merupakan modal bagi Prabowo-Sandi dan Jokowi-Ma'ruf untuk bersaing lebih keras lagi dalam mencari simpati masyarakat dalam memenangi pertarungan pada 17 April 2019.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement