Kamis 14 Feb 2019 02:00 WIB

Gelombang Tinggi Ganggu Produsi Kerupuk di Indramayu

Ikan dan udang menjadi bahan baku utama pembuatan kerupuk.

Rep: Lilis Handayani/ Red: Dwi Murdaningsih
Seorang pekerja menjemur kerupuk mie kuning di rumah industri kerupuk Desa Harjosari, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, Minggu (16/12). Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mencatat jumlah penyaluran kredit usaha rakyat (KUR) hingga 30 November 2018 telah mencapai Rp 118,4 triliun.
Foto: ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah
Seorang pekerja menjemur kerupuk mie kuning di rumah industri kerupuk Desa Harjosari, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, Minggu (16/12). Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mencatat jumlah penyaluran kredit usaha rakyat (KUR) hingga 30 November 2018 telah mencapai Rp 118,4 triliun.

REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU -- Gelombang tinggi yang melanda perairan di berbagai daerah, berimbas pula pada produksi kerupuk ikan dan udang di Kabupaten Indramayu. Produksi kerupuk di daerah tersebut sempat terhenti karena para pemilik usaha kerupuk kesulitan memperoleh bahan baku ikan dan udang.

Pemilik pabrik kerupuk ‘2 Gajah’ di Desa Kenanga, Kecamatan Sindang, Kabupaten Indramayu, Saein, menjelaskan, gelombang tinggi membuat nelayan tidak pergi melaut. Akibatnya, dia tidak bisa memperoleh pasokan ikan dan udang dari pemasok yang sudah menjadi langganannya.

Padahal, ikan dan udang menjadi bahan baku utama pembuatan kerupuk milik Saein. Karenanya, tanpa hasil laut tersebut, pembuatan kerupuk tak dapat dilakukan.

"Produksi terhenti sejak lima hari terakhir ini,’’ ujar Saein, saat ditemui di pabriknya, Rabu (13/2).

Selama ini, pasokan ikan dan udang diperoleh Saein dari wilayah Indramayu. Saat pasokan dari Indramayu sedang kosong, dia harus mencari pasokan ikan dan udang dari berbagai daerah lainnya, seperti Jateng, Jatim maupun Sumatra.

Akibat pasokannya yang minim, harga ikan dan udang kini mengalami kenaikan. Untuk itu, Saein tak mau memaksakan diri membelinya karena akan berpengaruh pada harga jual kerupuk miliknya.

Sejak beberapa bulan terakhir, Saein sudah menaikkan harga jual kerupuknya karena mahal dan sulitnya tepung tapioka. Tepung yang juga menjadi bahan utama pembuatan kerupuknya kini sudah mencapai harga Rp 10 ribu per kilogram, dari yang awalnya hanya Rp 5.000  per kilogram.

"Harga tepung tapioka naik 100 persen, sudah sejak enam bulan terakhir ini,’’ kata  Saein.

 

Untuk itu, saat harga ikan dan udang juga naik, Saein memilih untuk sementara menghentikan produksinya. Dia khawatir, kenaikan harga jual kerupuk akan membuat konsumen menjadi lari.

Terpisah, pengusaha kerupuk lainnya, Kasan Basari, mengatakan, produksi kerupuk di sentra industri kerupuk Desa Kenanga memang  sangat tergantung kepada bahan baku, baik tepung maupun ikan dan udang. Apabila pasokan bahan baku itu terhambat, maka produksi kerupuk juga akan terhambat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement