REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Grace Natalie mengingatkan sebuah fenomena yang dianggap dapat membahayakan persatuan masyarakat Indonesia. Fenomena tersebut, yakni normalisasi intoleransi.
"Pembiaran penyerangan atas kelompok yang berbeda keyakinan, penutupan tempat ibadah, meluasnya ceramah kebencian, lama-lama menjadi sesuatu yang kita anggap biasa. Inilah fenomena berbahaya yang disebut aktivis peneliti perempuan Sandra Hamid sebagai 'normalisasi intoleransi'," kata Grace dalam pidato politiknya di Festival 11 Yogyakarta di Grha Pradipta Jogja Expo Center, Senin (11/2), seperti dikutip dalam siaran persnya.
Dalam pidato politiknya yang berjudul "Musuh Utama Persatuan Indonesia" itu, Grace sangat menyayangkan fenomena ini karena dapat menimbulkan konflik yang akan menghancurkan toleransi di masyarakat. Grace di hadapan 2.000 peserta yang hadir dari pengurus, kader, dan simpatisan PSI, menjelaskan bahwa gejala normalisasi intoleransi adalah ketika masyarakat semakin menganggap intoleransi sebagai sesuatu yang normal.
"Gejala normalisasi intoleransi adalah ketika masyarakat semakin menganggap intoleransi sebagai sesuatu yang normal akibat meluasnya kampanye kultural yang mengajak orang hanya berpikir secara biner: hitam-putih. Kaum kita, musuh kita," kata Grace.
Di tengah gelombang normalisasi intoleransi yang semakin besar ini, Grace menegaskan, PSI tidak akan diam. PSI akan melawan segala bentuk ancaman bagi persatuan masyarakat Indonesia karena sesuai dengan perjuangan pokok PSI yaitu melawan intoleransi.
Ia menegaskan bahwa fenomena normalisasi intoleransi yang membahayakan inilah yang akan menjadi prioritas pertama yang harus PSI selesaikan, yaitu melawan segala bentuk ancaman bagi persatuan masyarakat.