Senin 11 Feb 2019 15:42 WIB

Bawaslu Jelaskan Pelanggaran Kampanye Slamet Ma'arif

Ketum PA 212 Slamet Ma'arif ditetapkan sebagai tersangka pelanggaran pemilu.

Rep: Dian Erika Nugraheny, Febrianto Adi Saputro/ Red: Andri Saubani
Ketua Presidium Alumni 212 Slamet Ma'arif
Foto: RepublikaTV/Havid Al Vizki
Ketua Presidium Alumni 212 Slamet Ma'arif

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bawaslu Kota Solo menjelaskan alasan ditetapkannya Ketua Umum Persaudaraan Alumni (PA) 212 Slamet Ma'arif sebagai pelaku pelanggaran kampanye pemilu. Bawaslu juga menjelaskan kronologi kasus pelanggaran kampanye oleh Wakil Ketua BPN Prabowo-Sandiaga Uno itu.

Komisioner Bidang Penindakan Pelanggaran Bawaslu Solo, Poppy Kusuma, mengatakan, Slamet terbukti melanggar tiga pasal, yakni pasal 280 ayat (1) huruf c, d, f, kemudian pasal 492 dan pasal 521 UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017. Ketiga pasal itu terkait dengan perbuatan menghasut, menghina yang dilakukan peserta pemilu dan tim kampanye, serta soal kampanye di luar jadwal.

Baca Juga

"Iya (terbukti melanggar kampanye). Dari orasi beliau (saat tabligh akbar) memang ada unsur kampanye," ujar Poppy kepada wartawan ketika dihubungi, Senin (11/2).

Sebab, kata dia, Slamet dalam pernyataannya mengindikasikan untuk memilih salah satu paslon capres-cawapres. Poppy mengungkapkan, sebagai orator, Slamet dan peserta tabligh akbar memiliki visi yang sama.

Hal itu terungkap dari video rekaman tabligh akbar yang dijadikan salah satu alat bukti. "Karena pada saat Pak Slamet menyampaikan ganti presiden, '2019 apa?' kemudian dijawab dengan ganti presiden. 'Gantinya siapa?', kemudian dijawab dengan menyebut Prabowo. Seperti itu," ungkap Poppy.

Selain itu, lanjut Poppy, ada sejumlah orasi lain mengarah kepada kampanye. Salah satu contohnya, ada dalam bagian akhir orasi Slamet Ma'arif. Poppy mengungkapkan, bagian tersebut mengarahkan untuk memilih capres-cawapres tertentu.

"Pernyataan beliau, 'Kalau ada gambar presiden itu jangan diapa-apain, karena nanti bisa kena pasal karena tidak boleh merusak gambar presiden, dan kalau ada gambar kiai itu jangan diapa-apain juga karena nanti akan kualat. Tetapi, apabila lihat gambar sebelahnya, maka coblos dan colok.' Ada ajakan memilih (capres-cawapres tertentu)," paparnya.

Orasi tersebut disampaikan pada saat tabligh akbar Persaudaraan Alumni (PA) 212 pada 13 Januari lalu. Tabligh akbar tersebut berlokasi di kawasan Gladag, Jl Slamet Riyadi, Solo.

Menurut Poppy, sebelum agenda itu berlangsung, Bawaslu telah melakukan pencegahan kepada panitia. Pencegahan dilakukan kepada panitia acara dengan mengingatkan bahwa tidak boleh ada kampanye atau orasi yang ditujukan kepada salah satu paslon capres-cawapres tertentu.

Selain itu, kegiatan tabligh akbar tersebut juga mengarah kepada kampanye di luar jadwal. Sebab, kegiatan dilakukan di tempat terbuka dengan jumlah peserta banyak dan memiliki visi, misi sama sehingga merupakan bentuk kampanye rapat umum.

Padahal, kegiatan kampanye berupa rapat umum baru bisa dilakukan pada 21 sebelum masa tenang Pemilu 2019. Artinya, rapat umum baru bisa dilakukan pada 24 Maret 2019 dan akan berakhir pada 13 April 2019.

Poppy menambahkan, kasus yang menimpa Ketua Umum PA 212 ini dilaporkan ke Bawaslu Solo pada 14 Januari 2019. Kemudian, Bawaslu memproses laporan ini selama 14 hari kerja.

"Bawaslu sudah melakukan klarifikasi dan 14 hari itu berkahir tanggal 31 Januari 2019. Kami melakukan pembahasan kedua pada tanggal 31 Januari bersama Gakkumdu dari unsur kepolisian dan kejaksaan.

Setelah kami melakukan klarifikasi dan membuat kajian, kita simpulkan, jadi ini bukan hanya kesimpulan Bawaslu, tapi juga kesimpulan dari Gakkumdu, kepolisian, kejaksaan, bahwa laporan itu memang sudah cukup bukti, untuk dugaan tindak pidana pemilunya sudah terpenuhi," paparnya.

Polres Kota Surakarta menetapkan Slamet Ma'arif sebagai tersangka kasus dugaan pelanggaran pemilu. Slamet akan diperiksa pada Rabu (13/2) mendatang.

"Betul, kami panggil sebagai tersangka," kata Kapolres Surakarta Kombes Ribut Hari Wibowo saat dikonfirmasi melalui pesan singkat.

Slamet Ma'arif menyayangkan penetapan tersangka terhadap dirinya oleh Kepolisian Resor Surakarta. Menurutnya, ketidakadilan hukum terpampang jelas dan gamblang diperlihatkan rezim Joko Widodo.

"Memilukan dan memalukan hukum di Indonesia," kata Slamet saat dihubungi Republika, Senin (11/2).

Ia khawatir penetapan dirinya sebagai tersangka akan berujung kepada ketidapercayaan rakyat terhadap penegakan hukum. Selain itu, kepercayaan masyarakat terhadap penyelenggara pemilu juga dikhawatirkan akan memudar dengan adanya kasus tersebut.

"Langkah berikut saya akan komunikasi dengan pengacara," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement