Ahad 10 Feb 2019 19:01 WIB

Pakar: Pencabutan Remisi Susrama Jadi Kado Indah HPN

Pencabutan remisi tersebut juga menjadi refleksi lemahnya Keppres tentang Remisi.

[Ilustrasi] Jurnalis dan masyarakat yang tergabung dalam Solidaritas Jurnalis Bali mengikuti aksi damai mendesak pembatalan remisi bagi I Nyoman Susrama di Monumen Bajra Sandhi, Denpasar, Bali, Jumat (1/2/2019).
Foto: Antara/Fikri Yusuf
[Ilustrasi] Jurnalis dan masyarakat yang tergabung dalam Solidaritas Jurnalis Bali mengikuti aksi damai mendesak pembatalan remisi bagi I Nyoman Susrama di Monumen Bajra Sandhi, Denpasar, Bali, Jumat (1/2/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum tata negara dari Universitas Udayana Jimmy Z. Usfunan mengatakan pencabutan remisi untuk terpidana pembunuh jurnalis Radar Bali AA Gde Bagus Narendra Prabangsa,  I Nyoman Susrama, merupakan kado indah bertepatan dengan Hari Pers Nasional (HPN). Pencabutan remisi untuk Susrama tersebut merupakan bentuk akomodasi Pemerintah atas keberatan masyarakat.

"Kebijakan Presiden Joko Widodo yang mencabut remisi untuk Susrama tepat dengan momentum Hari Pers Nasional pada Sabtu (9/2) kemarin, menjadi kado indah pemerintah dalam penghormatan terhadap profesi insan pers," ujar Jimmy melalui pesan singkat yang diterima di Jakarta, Ahad (10/2).

Baca Juga

Selain itu, pencabutan remisi tersebut juga menjadi refleksi lemahnya Keppres Nomor 174 Tahun 1999 tentang remisi. "Sebab, revisi Keppres 29/2018 ini lebih pada mengakomodasi keberatan kelompok masyarakat yang tergabung dalam solidaritas jurnalis sesuai UU No. 30/2014 tentang Administrasi Pemerintahan," jelas Jimmy. 

Kendati demikian, Jimmy menilai secara prosedur hukum, pemberian remisi itu sudah benar adanya karena berdasarkan dengan aturan tertulis yaitu Keppres 174/1999. Namun, Jimmy tidak menampik bahwa memang ada persoalan mendasar di dalam Keppres 174/1999 yang selama ini menjadi dasar dalam perubahan status pidana penjara seumur hidup menjadi pidana sementara. 

"Sebab hakikat remisi adalah pengurangan masa hukuman pidana penjara, bukan perubahan status pidana, karena perubahan status pidana merupakan ranah grasi," tambah Jimmy.

Karena itu, Jimmy mendesak pemerintah dan pembuat kebijakan untuk segera merevisi Keppres 174/1999. "Jangan sampai persoalan yang sama akan terulang kembali di kemudian hari," ucap Jimmy.

Keputusan Presiden Nomor 29/2018-2019 itu menyatakan bahwa Susrama bersama 114 terpidana lain mendapat remisi berdasarkan dengan Keppres 174/1999. Namun pada Jumat (8/2), Presiden Joko Widodo mengaku membatalkan remisi kepada Susrama karena mendapat sejumlah masukan dari masyarakat.

"Setelah mendapatkan masukan-masukan dari masyarakat, dari kelompok-kelompok masyarakat, juga dari jurnalis, saya perintahkan kepada Dirjen Lapas Kemenkumham untuk menelaah dan mengkaji mengenai pemberian remisi itu karena ini menyangkut mengenai rasa keadilan masyarakat," tutur Presiden Joko Widodo.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement