REPUBLIKA.CO.ID, CIANJUR -- Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menanggapi Wakil Ketua Umum Gerindra Fadli Zon yang membuat puisi berjudul Doa yang Ditukar. Hasto mengatakan, Fadli semestinya memiliki sopan santun sebagai pejabat negara.
Hasto menilai, puisi Fadli Zon tersebut secara langsung atau tidak ditujukan kepada pengasuh sekaligus pendiri Pesantren al-Anwar, Sarang, Rembang Jawa Tengah yang juga tokoh kharismatik senior Nahdlatul Ulama (NU), KH Maimun Zubair alias Mbah Maimoen. Hal ini, kata dia, tidak sesuai dengan jabatan Fadli sebagai pejabat negara yang seharusnya menyampaikan hal positif dan menghormati ulama.
Ia menyayangkan, hanya karena pemilu Fadli membuat puisi yang dinilai menghina tersebut. "Hanya karena kekuasaan, pemilu, kemudian segala hal semuanya dilakukan, kami mengimbau seluruh pejabat negara memberikan teladan yang baik," kata Hasto, di Cianjur, Kamis (7/2).
Sebelumnya, Fadli Zon membuat puisi bertajuk 'Doa yang Ditukar' guna menanggapi upaya meralat doa merujuk dukungan ke salah satu calon presiden. Doa Kiai Maimun ini dipanjatkan di Pondok Pesantren Al-Anwar, Sarang, Rembang, Jawa Tengah, pada Jumat (1/2) lalu.
Putri Presiden keempat RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Yenny Wahid, juga mengungkapkan kekecewaannya soal puisi tersebut. Menurut Yenny, Fadli telah suul adab atau melakukan tindakan tidak beretika bila benar sosok yang dibahas Fadli adalah Mbah Maimoen.
"Kok orang sepuh dihina seperti itu di kau-kau kan dibilang makelar doa, pokoknya menurut saya tidak beretika kalau yang dituju itu Mbah Moen," jelas Yenny usai mendampingi perwakilan petani tebu menghadap Presiden Jokowi di Istana Negara, Rabu (6/2).