Rabu 06 Feb 2019 17:15 WIB

KLB Rabies, Warga Dompu Waspada Hewan Penular Penyakit

Perbakin dilibatkan untuk membantu melakukan pengendalian populasi HPR.

Rep: Muhammad Nursyamsyi/ Red: Agus Yulianto
 Petugas dokter hewan menyuntikan vaksin rabies terhadap anjing milik warga.
Foto: Antara/Septianda Perdana
Petugas dokter hewan menyuntikan vaksin rabies terhadap anjing milik warga.

REPUBLIKA.CO.ID,  Peningkatan kasus gigitan di Kabupaten Dompu beberapa waktu lalu, ternyata telah membuat warga Nusa Tenggara Barat (NTB) tersadar tentang pentingnya kewaspadaan akan penyakit menular yang disebabkan oleh hewan (zoonosis). Bahkan, setelah melakuan pemeriksaan sampel terhadap hewan penggigit dan juga penggalian data di lapangan, maka dihasilkan kesimpulan terjadinya kasus rabies di kabupaten yang berbatasan dengan Kabupaten Sumbawa dan Kabupaten Bima tersebut. 

Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan NTB Budi Septiani menjelaskan, rabies bukanlah penyakit baru dalam sejarah perabadan manusia. Catatan tertulis mengenai perilaku anjing yang tiba-tiba menjadi buas ditemukan pada Kode Mesopotamia yang ditulis 4.000 tahun lalu serta pada Kode Babilonia Eshunna yang ditulis pada 2300 sebelum masehi. 

Kata rabies berasal dari bahasa Sanskerta kuno rabhas yang artinya melakukan kekerasan atau kejahatan. Jangka waktu dari infeksi oleh virus hingga munculnya gejala-gejala pertama rata-rata dari 35 ke 65 hari. 

Gejala-gejala pertama dapat berupa gejala umum seperti demam, sakit kepala, dan merasa letih. Kehilangan nafsu makan, mual, rasa sakit atau mati rasa di area yang digigit dapat berlangsung selama tiga sampai empat hari pertama. 

Kemudian, gejala sistem saraf terjadi, termasuk menjadi resah dan gelisah dengan hiperaktivitas yang ekstrem, dengan perilaku yang aneh dan masa tenang. Kejang otot semu dan kelumpuhan juga mungkin terjadi. Ketakutan akan air (hydrophobia) muncul di tahap ini. 

"Sayangnya, apabila rabies tidak diobati segera setelah terekspos, hampir selalu akan berujung ke koma, kejang, dan kematian biasanya terjadi dari hari ke-4 hingga hari ke-7 setelah terjadinya gejala-gejala," kata Budi, Rabu (5/2). 

Adapun hewan yang dapat menularkan rabies atau disebut sumber infeksi hewan penular rabies (HPR), antara lain adalah: anjing, kucing, kera, kelelawar, rakun dan musang.

Budi menyampaikan, Kabupaten Dompu sebagai daerah kejadian telah mengeluarkan status Kejadian Luar Biasa (KLB) terhadap kasus ini. Bupati selaku kepala daerah telah mengeluarkan keputusan dengan Nomor : 441.7/72/DIKES/2019 tentang Penetapan Kabupaten Dompu Sebagai Daerah Kejadian Luar Biasa Rabies sejak 18 Januari 2019. 

"Penetapan ini didasarkan atas Laporan Hasil Uji (LHU) Balai Besar Veteriner (BBV) Denpasar selaku laboratorium penguji," ucap Budi.

Budi mengatakan, sampel otak merupakan hewan penggigit yakni anjing milik warga Desa Anamina Kecamatan Manggalewa. Hingga 2 Februari 2019 tercatat 486 kasus gigitan dan empat orang di antaranya meninggal dunia.

Sebagai tindaklanjut terhadap KLB penyakit Rabies di Kabupaten Dompu, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan NTB telah melakukan beberapa tindakan. Antara lain mengirimkan surat kewaspadaan kepada seluruh kepala dinas peternakan atau dinas yang memiliki fungsi-fungsi peternakan dan kesehatan gewan se-NTB pada 16 Januari 2019, menggelar rapat koordinasi pada 22 Januari 2019 dengan mengundang pemangku kebijakan guna membahas penanganan kasus rabies bertempat di Kantor Pemprov NTB, dan mengeluarkan surat keputusan Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan NTB Nomor 188.3/398/DISNAKWAN pada 25 Januari 2019 tentang larangan pemasukan dan pengeluaran hewan penular Rabies di Pulau Sumbawa.

Budi menambahkan, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan NTB juga telah bekerja sama dengan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Dompu dengan melakukan beberapa tindakan meliputi pelacakan kasus gigitan. Sehingga, para korban yang awalnya tidak mendapatkan pelayanan Vaksin Anti Rabies (VAR) dapat dengan segera diberikan, eliminasi secara selektif yaitu terhadap Hewan Penular Rabies (HPR) yang tidak berpemilik atau liar. 

"Terhadap HPR yang telah dieliminasi petugas juga mengambil sampel otak untuk dilakukan pengujian di laboratorium Balai Besar (BBV) Denpasar," kata Budi. 

Selain itu, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan NTB juga melakukan vaksinasi Rabies kepada anjing milik masyarakat, sosialisasi kepada masyarakat di Kecamatan Woja, Pajo, Kilo, Manggalewa, Kempo, Pekat, Dompu, dan Hu’u di wilayah Dompu. Dalam sosialisasi ini petugas memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga kesehatan anjing yang dipelihara. 

Budi melanjutkan, Pemkab Dompu melakukan beberapa upaya meningkatkan kewaspadaan dini terhadap Rabies, mulai dari membentuk tim pengendali populasi HPR dengan sekretaris daerah (Sekda) sebagai ketua tim kabupaten, kepala kecamatan sebagai ketua tim kecamatan dan beranggotakan seluruh kepala desa; berkoordinasi dengan Persatuan Menembak Indonesia (PERBAKIN) untuk membantu melakukan pengendalian populasi HPR; serta menyiapkan VAR sebagai persediaan saat ada kasus gigitan.

Budi merinci, hingga Sabtu (2/2), jumlah korban yang telah diberikan VAR sebanyak 465 orang dan 6 orang di antaranya diberikan Serum Anti Rabies (SAR); jumlah HPR yang dieliminasi sebanyak 508 ekor. Dari jumlah tersebut 72 ekor, di antaranya diambil sampel otak untuk diperiksa dan 10 menunjukkan hasil positif hasil pemeriksaan laboratorium; racun anjing (strichnine) yang telah diberikan kepada Dinas Peternakan dan Kesehatan Kabupaten Dompu sebanyak 1.100 gram dan 3.000 dosis vaksin rabies; humlah HPR yang telah berikan vaksinasi rabies sebanyak 1.655 ekor; jumlah petugas lapangan yang telah diberikan VAR sebanyak 54 orang. 

"Pemberian VAR ini bertujuan untuk memberikan kekebalan kepada petugas lapangan karena petugas lapangan memiliki risiko tinggi terkena gigitan HPR," kata Budi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement