Rabu 06 Feb 2019 10:05 WIB

Agum: Pepabri Netral, Anggotanya Bebas Tentukan Pilihan

Perbedaan pilihan di antara anggota Pepabri wajar dan bukan berarti perpecahan.

Rep: Flori Sidebang/ Red: Ratna Puspita
Ketua Umum Persatuan Purnawirawan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Pepabri) Jenderal TNI (Purn) Agum Gumelar.
Foto: Republika/ Wihdan
Ketua Umum Persatuan Purnawirawan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Pepabri) Jenderal TNI (Purn) Agum Gumelar.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Persatuan Purnawirawan dan Warakawuri TNI-Polri (Pepabri) Agum Gumelar menegaskan Pepabri tidak mendukung salah satu pasangan calon pada pemilihan umum presiden mendatang. Kendati demikian, ia menyatakan, setiap anggota Pepabri bebas menentukan pilihannya.

"Saya Ketum Pepabri, saya sudah koordinasi dengan PPAD, PPAL, PPAU, Polri dan Veteran bahwasanya kami sebagai satu kelembagaan, kami akan bersikap netral, sebagai lembaga. Akan tetapi sebagai individu, anggota organisasi punya hak memilih," katanya usai menghadiri acara deklarasi dukungan kelompok Bravo Cijantung terhadap paslon capres-cawapres Jokowi-Ma'aruf Amin di Rumpun Bambu Resto, Jalan TB Simatupang, Pasar Rebo, Jakarta Timur, Selasa (5/2).

Ia mengatakan adanya kebebasan ini memungkinkan adanya perbedaan pilihan di antara anggota Pepabri ketika menggunakan hak pilih. Akan tetapi, ia menyatakan, hal itu sebagai sesuatu yang wajar dan bukan berarti perpecahan dalam tubuh Pepabri. 

"Buktinya apa? Hari ini ada kekuatan yang mendeklarasikan dan mendukung Jokowi. Kemarin ada yang deklarasi mendukung Prabowo. Itu biasa, wajar. Kita negara demokrasi," ucapnya. 

Mantan Danjen Kopassus ini juga menekankan, perbedaan pilihan itu juga hanya sementara, yakni selama pemilihan umum berlangsung. Ketika pilpres berakhir, tidak ada lagi perbedaan.Ia pun meminta agar semua pihak kelak menghormati hasil keputusan pemilu. 

"Itulah dewasa dalam demokrasi. Jadi kalau sekarang ada aspirasi yang berkembang di masyarakat mendukung si A atau si B, itu soal biasa di negara berkembang asas demokrasi seperti di Indonesia. Yang saya tidak ingin adalah kalau memang tidak suka pada pemerintah jangan dong lantas disalurkan dengan mendukung gerakan radikal," kata dia.

Menurut politikus Golkar itu, langkah mendukung gerakan radikal sebagai sesuatu yang sangat keliru. Sebab, ia mengatakan, NKRI dan Pancasila adalah hasil jerih payah dari para pejuang bangsa. 

"Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati jasa pahlawannya. Jadi kalau ada yang berusaha mengganti NKRI,  mengganti pancasila, kita tidak boleh bersikap diam. Kita harus bela NKRI, harus bela Pancasila," paparnya. 

Ia juga menekankan, semua pihak harus menaati, mengikuti segala aturan, etika, dan norma demokrasi. "Tidak boleh menghalalkan segala cara. Ini yang ingin saya tekankan dan sudah saya tekankan," tutur Agum. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement